Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan inflasi negara berkembang bisa naik mencapai 8,7 persen pada tahun ini, begitu pula dengan negara maju yang akan mencapai 5,7 persen.

Penyebab kenaikan inflasi tersebut adalah invasi Rusia ke Ukraina dan sanksi berikutnya atas konflik kedua negara yang menyebabkan gangguan tajam dalam pasar komoditas global.

“Kenaikan harga energi dan pangan menambah tekanan inflasi di saat tekanan inflasi sudah cukup tinggi di banyak negara di dunia,” kata First Deputy Managing Director IMF Gita Gopinath dalam side event G20, high level discussion yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.

Sebelum adanya konflik Rusia dan Ukraina inflasi telah meningkat secara signifikan di banyak negara dan banyak bank sentral mulai memperketat kebijakan moneter, ujarnya.

Kebijakan suku bunga acuan diperkirakan akan naik lebih jauh sehingga menimbulkan risiko bagi negara berkembang jika terjadi pengetatan moneter yang sangat cepat di negara maju.

Banner

Kemungkinan tersebut, imbuhnya, dapat menyebabkan biaya pinjaman untuk negara berkembang dan ekonomi berkembang naik, serta risiko arus modal keluar meningkat.

“Jadi Anda dapat melihat bagaimana risiko dalam situasi ini bisa menjadi kerugian. Risiko stabilitas keuangan yang timbul dari perang benar-benar menguji ketahanan sistem keuangan, dan pasar sebagai perhatian nyata karena harga energi terus meningkat,” tutur Gopinath.

Menurut dia, inflasi bisa saja menimbulkan kerusuhan sosial di banyak negara yang merupakan risiko besar.

Selain itu, masih terdapat pula risiko lainnya seperti COVID-19 varian baru yang muncul dan menciptakan lebih banyak kesulitan di berbagai belahan dunia.

Oleh karenanya, dia berharap Rusia dan Ukraina bisa segera mengakhiri konflik yang ada karena semakin lama perang berlanjut semakin tinggi risiko yang ada.

Negara-negara di dunia juga diminta untuk melawan inflasi seiring dengan mempertahankan pemulihan, membangun ketahanan, dan meningkatkan prospek jangka menengah.

Banner

Sementara untuk kebijakan moneter, Gopinath memandang bank sentral di seluruh negara harus bertindak tegas terhadap inflasi, namun tetap harus mengkomunikasikan tindakannya dengan sangat efektif.

“Itu penting terutama bagi bank sentral utama agar tidak menghasilkan dampak rambatan dan guncangan yang besar di pasar keuangan,” ujarnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan