Banner

Hubungan Indonesia-Maroko terjalin sejak abad ke-13

Ilustrasi. Hubungan Indonesia dan Maroko yang erat di masa sekarang ternyata telah dibangun sejak abad ke-13, saat Ibn Battuta, seorang ilmuwan dan penjelajah asal Maroko, berlayar sampai ke Aceh di tahun 1345. (Victoriano Izquierdo on Unsplash)

Jakarta (Indonesia Window) – Hubungan Indonesia dan Maroko yang erat di masa sekarang ternyata telah dibangun sejak abad ke-13, ujar Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Maroko, Hasrul Azwar, dalam acara diskusi virtual pada Kamis (15/10).

“Di abad ke-13, Ibn Battuta, seorang ilmuwan dan penjelajah asal Maroko, telah berlayar sampai ke Aceh di tahun 1345,” kata Dubes Hasrul pada seminar daring berjudul Khazanah Interaksi Keilmuan Islam Indonesia dan Maroko yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Kedutaan Besar RI di Rabat bekerja sama dengan Kedutaan Besar Maroko di Jakarta.

Acara tersebut menghadirkan nara sumber yang merupakan akademisi dari Indonesia dan Maroko, yakni Prof. Amani Lubis dan Dr. Eka Putra Wirman, serta Dr. Mohammed Rougi dan Dr. Khalid Zahry.

Dalam seminar tersebut mereka menjelaskan interaksi keilmuan yang telah terjalin antara Indonesia dan Maroko sejak masa lampau hingga sekarang.

Dijelaskan bahwa Syeikh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik adalah ulama yang berasal dari Maroko, dan menyebarkan agama Islam pada abad ke-16 di tanah air.

Banner

Selain itu, kedekatan Indonesia dan Maroko juga dibuktikan dengan digunakannya kitab-kitab karangan ulama Maroko di sejumlah pondok pesantren di Indonesia dan tersebarnya tarekat Tijaniyah asal Maroko di tanah air.

Di masa sekarang, salah satu titik taut Indonesia dan Maroko adalah banyaknya mahasiswa Indonesia yang menempuh pendidikan di berbagai universitas di negara Afrika Utara itu, serta partisipasi ulama Indonesia sebagai pembicara pada acara Durus Al-Hasaniyah.

Durus Al-Hasaniyah lekat dengan Raja Hasan II (1929-1999) karena dialah yang menghidupkan kembali tradisi ceramah ilmiah, yang dimulai sejak masa Sultan Hasan I (1873-1894) di Istana Kerajaan Maroko, dan mengembangkannya.

Sering kali sang raja tampil menjadi pembicara, atau terlibat langsung dalam diskusi dan debat keagamaan dengan berbagai nara sumber.

Sementara itu, Prof. Amani Lubis menyatakan bahwa saat ini UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah sedang dalam proses merealisasikan rencana pendirian Pusat Studi Indonesia di Universitas ibn Tufail, Quneitra, Maroko.

Rencana tersebut diharapkan menguatkan people-to-people connection (hubungan masyarakat antara kedua negara) guna mendorong peningkatan kerja sama ekonomi, terutama di sektor perdagangan bilateral.

Banner

Seminar daring tersebut merupakan rangkaian kegiatan peringatan hubungan diplomasi Indonesia dan Maroko.

Acara lainnya adalah seminar daring mengenai kerja sama antarpemerintah daerah di kedua negara pada 22 Oktober 2020, pertemuan bisnis virtual, penayangan film nasional, dan pameran kebudayaan kedua negara.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan