Hidangan nasi Arab Kebuli Pentung Abu Ali yang dipadukan dengan cita rasa Indonesia justru dapat diterima masyarakat luas, dengan jumlah pesanan yang semakin meningkat, bahkan saat pandemik COVID-19 melanda.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Terinspirasi dari hidangan nasi dan daging kambing khas Arab di Guangzhou, China, dan punya garis keturunan etnis Tionghoa-Melayu, lalu menetap di Bogor, Jawa Barat. Inilah yang menjadi latar belakang Mulyadi Abu Ali dan Rika mendirikan bisnis kuliner dengan brand ‘Kebuli Pentung Abu Ali’.
“Nama pentung terinspirasi dari makanan Timur Tengah di Guangzhou, China, yang disiapkan oleh Muslim dari Afghanistan dan Pakistan, setiap Jumat. Tentu makanan spesial kebuli ini disajikan dengan warna berbeda,” tutur Mulyadi, dalam acara ‘KPMI Goes to Industry’ episode ketiga, bertema ‘Rahasia Bisnis Kebuli Pentung, Bikin Ketagihan dan Disukai Orang’, yang digelar di restoran Kebuli Pentung Abu Ali di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (26/10).
“Yang bikin saya suka adalah potongan daging kambing yang dihidangkan tidak biasa, tapi sangat menarik. Bentuknya seperti pentung,” lanjut Mulyadi, dalam acara rutin yang diselenggarakan oleh Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia (KPMI) Korwil Bogor tersebut.
‘Pentung’ yang dimaksud oleh alumnus Institut Bisnis dan Informatika Kwik Kian Gie itu adalah lamb shank atau ‘sengkel’, yakni paha kambing bagian atas. “Ini bagian yang paling enak, gurih, dan paling juicy, walaupun setelah dimasak lama,” ujarnya.
Tanpa memiliki latar belakang apa pun di bidang kuliner, pasangan suami-istri yang ‘hobby’ makan itu ‘terjun bebas’ ke dapur rumah mereka untuk meracik bumbu sendiri, agar menghasilkan cita rasa Arab yang berbeda dari kebanyakan hidangan kebuli di tempat lain.
“Bumbu tidak langsung jadi atau diterima banyak orang. Kami riset bumbu kurang lebih satu tahun lamanya,” tutur Mulyadi, seraya menambahkan, “Ada sentuhan Indonesia dengan menu sambal dan acar. Ini juga karena kami suka pedas.”
Walaupun hidangan Kebuli Pentung Abu Ali disiapkan di dapur berskala rumah tangga, Mulyadi menerapkan kendali mutu yang ketat guna menjaga cita rasa khas masakannya.
“Kami menggramasi semua bumbu dan bahan untuk mempertahankan kualitas. Waktu setiap tahap masak juga diukur. Temperatur juga diukur. Setiap porsi juga kami timbang agar tidak berbeda-beda,” terangnya.
Ternyata, dengan memadukan cita rasa Arab dan Indonesia, hidangan nasi Arab Kebuli Pentung Abu Ali justru dapat diterima masyarakat luas, dengan jumlah pesanan yang semakin meningkat, bahkan saat pandemik COVID-19 melanda.
“Acar Kebuli Pentung berbeda, ngga tandingannya ini. Saya belum pernah ketemu acar yang semantap ini,” aku Kusnan, salah satu peserta kegiatan KPMI Goes to Industry, saat menyantap nasi kebuli.
Setelah mengawali usaha kuliner secara online sejak 2018, Mulyadi dan Rika akhirnya memutuskan untuk membuka layanan dine-in atau makan di tempat pada 2022.
“Alhamdulillah semakin banyak yang mengenal Kebuli Pentung, dan banyak juga pelanggaran yang ingin makan kebuli yang dimasak dadakan. Maka kami buat tempat makan,” ucap Mulyadi.
Jenis menu yang ditawarkan oleh Kebuli Pentung Abu Ali memang relatif tidak banyak, namun para penggemar makanan Arab bisa memilih hidangan nasi kebuli dengan lauk daging kambing, sapi, atau ayam.
Selain itu, Mulyadi dan Rika juga sedang menyiapkan menu untuk konsumsi rapat kantor, dan menu baru berbahan utama bebek yang diolah dengan gaya China dari daerah Chongqing.
Meskipun permintaan nasi Kebuli Pentung Abu Ali terus meningkat, Mulyadi mengakui masih menghadapi tantangan dalam hal ketersediaan bahan baku daging kambing yang terbatas, terutama bagian pentung kambing, atau paha kambing bagian atas.
“Makanya, kami menggunakan daging kambing lokal dan impor, yang semuanya sudah bersertifikasi halal. Baik daging lokal maupun impor hampir tidak ada bedanya dalam hal rasa karena ada teknik masak untuk menghilangkan bau kambing,” terangnya.
Dengan bahan baku berkelas ‘premium’, Kebuli Pentung Abu Ali dibandrol dengan harga relatif lebih tinggi dibandingkan menu kebuli pada umumnya.
Namun demikian, jumlah pelangannya semakin bertambah, sehingga mendorong Mulyadi untuk menggodok skema bisnis investasi dan kemitraan dalam upaya mengembangkan bisnis kulinernya bersama sang istri.
Laporan: Redaksi