Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak jatuh di perdagangan Asia pada Jumat pagi, setelah naik ke level tertinggi tujuh tahun pekan ini, karena peningkatan stok minyak mentah dan bahan bakar AS mendorong investor untuk mengambil keuntungan dari reli sebelumnya.

Minyak mentah berjangka Brent jatuh 2,46 dolar AS atau 2,8 persen, menjadi diperdagangkan di 85,92 dolar AS per barel pada pukul 01.36 GMT. Kontrak sebelumnya merosot 3,0 persen, terbesar sejak 20 Desember. Patokan global Brent sempat menyentuh 89,50 dolar AS per barel pada Kamis (20/1), tertinggi sejak Oktober 2014.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tergelincir 2,61 dolar AS atau 3,1 persen, menjadi diperdagangkan di 82,94 dolar AS per barel. Kontrak tersebut sebelumnya turun 3,2 persen, juga terbesar sejak 20 Desember, setelah naik ke level tertinggi sejak Oktober 2014 pada Rabu (19/1).

Reli harga minyak mentah baru-baru ini tampaknya kehabisan tenaga pada Kamis (20/1) ketika Brent dan WTI mengakhiri sesi perdagangan dengan kerugian tipis. Kedua harga acuan telah naik lebih dari 10 persen sepanjang tahun ini di tengah kekhawatiran atas ketatnya pasokan.

“Investor membuat penyesuaian jangka pendek di posisi mereka setelah peningkatan persediaan AS dan menjelang akhir pekan,” kata Hiroyuki Kikukawa, manajer umum riset di Nissan Securities.

Banner

Persediaan bensin di Amerika Serikat, konsumen minyak terbesar dunia, naik 5,9 juta barel ke level tertinggi sejak Februari 2021, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA). Stok minyak mentah naik 515.000 barel pekan lalu, melawan ekspektasi industri.

EIA juga melaporkan sedikit penurunan dalam pengoperasian kilang, menunjukkan permintaan minyak mentah yang lebih rendah.

Jatuhnya pasar ekuitas juga berdampak pada pasar minyak mentah karena investor menjadi semakin khawatir tentang bank sentral menaikkan suku bunga tahun ini untuk memerangi inflasi, dengan Nasdaq turun 1,3 persen di AS dan indeks Nikkei 225 di Jepang turun 1,7 persen.

“Kemerosotan pasar saham di tengah kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin secara agresif bergerak untuk menaikkan suku bunga tahun ini juga membebani sentimen”, kata Chiyoki Chen, kepala analis di Sunward Trading.

Kekhawatiran pasokan minyak meningkat pekan ini setelah kelompok Houthi Yaman menyerang Uni Emirat Arab, produsen terbesar ketiga OPEC, sementara Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, telah meningkatkan kehadiran pasukan besar di dekat perbatasan Ukraina, memicu kekhawatiran invasi.

Namun, Badan Energi Internasional (IEA) pada Rabu (19/1) mengatakan bahwa pasokan minyak akan segera menyusul permintaan karena beberapa produsen akan memompa pada atau di atas tertinggi sepanjang masa, sementara permintaan bertahan meskipun terjadi penyebaran varian virus corona Omicron.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan