Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak menetap sekitar empat persen lebih tinggi pada akhir perdagangan Selasa (8/3) atau Rabu pagi WIB, karena Amerika Serikat melarang impor minyak Rusia, dan Inggris mengatakan akan menghapusnya secara bertahap hingga akhir tahun.

Keputusan ini diperkirakan mengganggu pasar energi global karena Rusia pengekspor minyak mentah terbesar kedua.

Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei melonjak 4,77 dolar AS atau 3,9 persen, menjadi menetap di 127,98 dolar AS per barel, setelah mencapai tertinggi sesi di 133,09 dolar AS.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 4,30 dolar AS atau 3,6 persen, menjadi ditutup di 123,70 dolar AS per barel, setelah mencapai tertinggi sesi 129,40 dolar AS.

Harga minyak telah melonjak lebih dari 30 persen sejak Rusia menginvasi Ukraina, dan Amerika Serikat serta negara-negara lain memberlakukan serangkaian sanksi. Sanksi tersebut telah mengubah ekspor minyak dan gas Rusia bahkan sebelum larangan tersebut, karena para pedagang berusaha untuk menghindari pelanggaran sanksi di masa depan.

Presiden AS Joe Biden mengumumkan larangan impor minyak Rusia dan energi lainnya. Inggris mengatakan akan menghentikan impor minyak dan produk minyak Rusia pada akhir 2022, memberi pasar dan bisnis waktu untuk menemukan alternatif.

Rusia mengirimkan 7 juta hingga 8 juta barel per hari minyak mentah dan bahan bakar ke pasar global.

Amerika Serikat mengimpor sangat sedikit minyak dari Rusia, namun larangan itu adalah “satu lagi sumber kehilangan pasokan,” kata Matt Smith, analis minyak utama di Kpler.

“Ini hanya satu eskalasi lagi dalam serangkaian peristiwa yang telah mendorong harga minyak mentah dan produknya lebih tinggi,” tambah Smith.

Larangan impor dapat mengirim harga minyak global hingga 200 dolar AS per barel, kata analis di konsultan Rystad Energy yang berbasis di Oslo.

Sebelum larangan AS diumumkan, Goldman Sachs telah menaikkan perkiraan Brent untuk 2022 menjadi 135 dolar AS dari 98 dolar AS dan prospek 2023 menjadi 115 dolar AS per barel dari 105 dolar AS, dengan mengatakan ekonomi dunia dapat menghadapi “kejutan pasokan energi terbesar yang pernah ada” karena peran kunci Rusia.

“Seberapa tinggi harga minyak bisa naik? Pilih angka, ini pasar yang kacau,” Mike Tran, analis di RBC Capital Markets, mengatakan dalam sebuah catatan pada Selasa (8/3) pagi.

Banyak pembeli sudah menghindari minyak Rusia. Shell PLC mengatakan akan menghentikan semua pembelian spot minyak mentah Rusia setelah menuai kritik atas pembelian yang dilakukan pada 4 Maret.

Beberapa pengamat pasar mengatakan reli minyak sudah berlebihan, dan minyak mentah secara singkat menyerahkan sebagian besar kenaikan sekitar satu jam sebelum penyelesaian. Pedagang mengaitkan kemunduran itu dengan laporan tentang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky yang tidak lagi mendesak untuk menjadi anggota NATO.

Pengejaran Ukraina untuk menjadi anggota NATO telah menjadi poin utama perdebatan dalam negosiasi dengan Rusia.

Meredupnya ekspektasi untuk segera kembalinya minyak mentah Iran ke pasar global telah menambah tekanan pada harga, karena pembicaraan telah melambat antara Teheran dan kekuatan dunia.

Gangguan pasokan datang karena persediaan terus turun di seluruh dunia. Lima analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan rata-rata stok minyak mentah AS turun sekitar 700.000 barel dalam sepekan hingga 4 Maret.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan