Banner

Telaah – Kemunculan ‘ekonomi emosional’ cerminkan tren dan dinamika baru dalam konsumsi China

Foto yang diabadikan menggunakan ‘drone’ ini menunjukkan para staf sedang menyortir paket di pusat logistik China Post cabang Daoxian yang berada di wilayah Daoxian, Provinsi Hunan, China tengah, pada 11 November 2024. (Xinhua/He Hongfu)

Ekonomi emosional telah muncul sebagai peluang baru bagi perusahaan domestik dan merek internasional dalam menarik konsumen.

 

Beijing, China (Xinhua/Indonesia Window) – Selama festival belanja ‘Double Eleven’ atau ‘11.11’ tahun ini, ‘ekonomi emosional’ yang sedang berkembang pesat, terutama di kalangan generasi muda, mengungkap adanya pergeseran besar dalam pasar konsumen China.

Lebih dari 40 persen pelanggan muda kini mengutamakan ‘nilai emosional’ mereka saat mengambil keputusan pembelian, menurut laporan terbaru dari platform media sosial Soul App. Produk-produk yang mungkin tidak memiliki fungsi praktis tetapi memberikan kepuasan emosional kepada para pembeli, seperti boneka-boneka pendamping dan kotak misteri (blind box), kini menjadi bagian penting dalam pola pikir pembelian Generasi Z (Gen Z).

Dimulai pada pertengahan Oktober, sejumlah platform e-commerce besar, termasuk Tmall dan JD.com, memulai kampanye promosi tahunan mereka yang berlangsung selama beberapa pekan. Pesta belanja yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade ini telah menjadi jendela utama untuk mengamati tren konsumen yang terus berkembang.

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai perubahan dalam kebiasaan dan sikap pembelian, terutama di kalangan pembeli yang lebih muda, telah membentuk kembali lanskap retail.

Banner

Mengejar nilai emosional dan pengalaman telah menjadi tren yang menonjol, ungkap Dong Jizhou, seorang analis riset konsumen dan properti China di Nomura.

Produk-produk seperti mainan dari merek Inggris Jellycat dan beragam acara budaya kreatif semakin diminati di kalangan demografi yang lebih muda.

Laporan dari Soul App menunjukkan bahwa pengeluaran untuk “konsumsi yang menyenangkan” selama festival belanja “11.11” tahun ini mencakup sejumlah besar pengeluaran untuk produk terkait perjalanan dan gim. Selain itu, banyak juga yang menghabiskan uang untuk kegiatan budaya dan hiburan, seperti festival musik dan pertunjukan komedi. Barang-barang koleksi yang sedang tren, seperti blind box, juga menjadi salah satu kategori yang diminati.

Para pelanggan membelanjakan uangnya bukan hanya untuk kebutuhan dasar tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan emosional. Nilai-nilai emosional ini dapat sangat bervariasi karena terkadang hal itu adalah tentang menyenangkan diri sendiri, atau sekadar mencoba sesuatu yang baru, seperti wisata budaya atau pilihan busana khusus. Para konsumen muda semakin terdorong oleh keinginan-keinginan ini,” ujar Dong.

Beberapa produk laris mungkin tampak aneh bagi konsumen tradisional. Beberapa di antaranya adalah pisang hijau yang dilabeli ‘tanpa kecemasan’ (dalam bahasa Mandarin, kata ‘kecemasan’ dan ‘pisang hijau’ memiliki pelafalan yang sama ‘jiao lu’), boneka mewah yang berbentuk kepiting berbulu (hairy crab), makanan yang sangat populer di China. Selain itu, juga ada ‘Otak Einstein’, sebuah produk virtual unik dengan harga yang sangat murah dengan penjualnya mengeklaim bahwa pembeli produk ini secara otomatis akan mendapatkan kebijaksanaan yang luar biasa.

Sementara beberapa kritik menghubungkan peningkatan pengeluaran emosional dengan kemerosotan ekonomi atau penurunan konsumsi yang terpaksa, para pakar melihatnya dari sudut pandang yang berbeda.

Banner

“Produk-produk yang tampaknya tidak konvensional ini dapat dijual karena sesuai dengan kebutuhan emosional kaum muda,” kata sebuah laporan yang dirilis oleh Premia Partners, penerbit ETF yang berbasis di Hong Kong.

Gloria Liu dan Simon Say Boon Lim, penulis laporan tersebut, menyoroti pengejaran gaya hidup berkualitas tinggi oleh masyarakat China dan perkembangan masyarakat jangka panjang yang positif seiring dengan naiknya Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita dan meningkatnya permintaan yang lebih tinggi berdasarkan hierarki kebutuhan Maslow.

“Para pelanggan China menjadi lebih percaya diri. Mereka tidak lagi merasa perlu mengenakan merek-merek mewah untuk menunjukkan status sosial atau identitas mereka, terutama di kalangan generasi muda,” kata Dong.

Selain melayani secara individu, konsumsi emosional juga dapat berarti lebih bagi perekonomian. Wang Yuanliang, seorang peneliti di Akademi Ilmu Sosial Henan (Henan Academy of Social Sciences), meyakini bahwa hal ini dapat berkembang menjadi kekuatan konsumsi yang kuat.

Memperluas permintaan domestik telah menjadi strategi penting dalam upaya pemerintah China untuk menopang perekonomian negara. Tahun ini, China memperkenalkan serangkaian langkah untuk mendorong konsumsi, termasuk inisiatif untuk menumbuhkan suasana dan dinamika konsumsi baru, serta program berskala besar yang mendorong penggantian barang konsumsi lama dengan yang baru.

Untuk bisnis, memanfaatkan peningkatan konsumsi emosional dapat menjadi hal yang krusial agar tetap kompetitif.

Banner

Wang menyarankan agar perusahaan-perusahaan lebih giat memanfaatkan nilai emosional di balik produk mereka, memasukkan atribut dan elemen budaya baru, serta menciptakan pengalaman konsumen yang unik melalui inovasi. Sektor-sektor yang sedang berkembang pesat seperti hewan peliharaan, berkemah, blind box, dan produk-produk yang didorong oleh nostalgia akan menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan lebih lanjut.

Para analis menyebutkan bahwa ekonomi emosional telah muncul sebagai peluang baru bagi perusahaan domestik dan merek internasional.

“Asal-usul suatu merek tidaklah begitu penting. Namun, yang terpenting adalah seberapa cepat merek dapat beradaptasi dengan permintaan konsumen lokal, menawarkan produk-produk yang relevan, dan terhubung dengan konsumen secara emosional,” tutur Dong.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan