Banner

Pakar bahas tata kelola HAM global di simposium internasional di Beijing

Foto yang diabadikan pada 9 November 2023 ini menunjukkan kerusakan usai pasukan Israel menyerang sebuah rumah sakit di Gaza City. (Xinhua)

Deklarasi Hak Asasi Manusia mewakili aspirasi dan tujuan bersama seluruh umat manusia dan memiliki vitalitas yang luar biasa, pengaruh yang luas, serta daya tarik yang kuat.

 

Beijing, China (Xinhua) – Sebuah simposium internasional untuk memperingati 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights/UDHR) digelar di Beijing pada Selasa (5/12).

Diselenggarakan oleh Yayasan China untuk Pengembangan Hak Asasi Manusia (China Foundation for Human Rights Development/CFHRD), simposium tersebut dihadiri oleh sejumlah pakar, pejabat, dan diplomat dari berbagai negara termasuk Rusia, Kuba, dan Arab Saudi.

Berbicara pada upacara pembukaan, Wakil Ketua Komisi HAM Arab Saudi Hisham bin Abdulrahman Al-Sheikh memuji deklarasi tersebut sebagai salah satu dokumen internasional paling penting yang bertujuan untuk melindungi martabat manusia dan kesetaraan hak yang pernah disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Deklarasi ini mewakili aspirasi dan tujuan bersama seluruh umat manusia dan memiliki vitalitas yang luar biasa, pengaruh yang luas, serta daya tarik yang kuat, kata Liu Huawen, Direktur Eksekutif Pusat Penelitian HAM di bawah naungan Akademi Ilmu Sosial China (Chinese Academy of Social Sciences/CASS).

Banner

Simposium tersebut meliputi tiga sesi paralel, dengan para peserta bertukar pandangan tentang tiga topik, yaitu tantangan dan jalan menuju peningkatan dan perlindungan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya; konsep dan praktik yang berkaitan dengan jalur pengembangan HAM; serta dialog, kerja sama, dan tata kelola HAM global.

Visi untuk membangun komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia menganjurkan keseimbangan antara hak-hak individu, hak-hak kolektif, dan hak-hak seluruh umat manusia, dan menjunjung prinsip bahwa HAM harus dapat dinikmati secara setara oleh masyarakat di seluruh dunia melalui pertukaran dan pembelajaran bersama, kata Chang Jian, Direktur Pusat Penelitian HAM di Universitas Nankai.

Tata kelola HAM yang kooperatif seperti ini lebih mampu menghadapi tantangan dan memfasilitasi perkembangan HAM global, kata Chang.

Filosofi HAM China dan praktiknya dapat menjadi referensi yang baik bagi negara lain, kata Syldie Manirerekana, Asisten Menteri Luar Negeri dan Kerja Sama Pembangunan Burundi. Manirerekana menyerukan pembentukan platform tata kelola HAM yang lebih adil dan setara demi perkembangan yang mantap dalam perjuangan HAM global.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan