Banner

Portal data dunia Statistica menunjukkan jumlah pengguna aktif Instagram di Januari 2022 mencapai 1,47 miliar, berada di bawah Facebook, YouTube dan WhatsApp.

Instagram yang dimiliki oleh Meta Platform Inc. ini telah memberikan dampak sosio-psikologi yang besar pada masyarakat seluruh dunia.

Situs jejaring Psychologytoday menyebutkan bahwa pengguna Instagram mengatakan mereka memiliki kepuasan dalam menjalin hubungan yang lebih besar. Menggunakan Instagram juga ‘mengobati’ kesepian mereka, dan mengangkat harga diri lebih tinggi.

Gambar atau foto yang menjadi kekuatan sosial di Instagram lebih jauh lagi menjadi motivator bagi para penggunanya.

Demikian signifikannya Instagram dalam kehidupan masyarakat, platform media sosial ini juga menyimpan potensi disruption (gangguan) yang cukup mengkhawatirkan.

Laporan dari The Royal Society for Public Health menyebutkan bahwa Instagram merupakan platform media sosial dengan dampak paling buruk bagi kesehatan mental.

Penelitian yang melibatkan 1.479 orang berusia 14 hingga 24 tahun ini menerangkan bahwa instagram bisa menyerang persepsi tubuh ideal, menyebabkan gangguan tidur dan menimbulkan Fears of Missing Out (FOMO).

Penelitian ini juga mendukung temuan sebelumnya di tahun 2015, yang menyebutkan bahwa media sosial memiliki dampak negatif terhadap kesehatan mental apalagi jika digunakan dalam waktu yang lama.

Instagramxiety, salah satu gangguan itu, merupakan rasa cemas yang timbul ketika melihat unggahan orang lain di instagram.

Seseorang yang mengalami instagramxiety akan merasakan lelah, stress, iri, sedih bahkan bisa membenci diri sendiri ketika melihat unggahan orang lain di Instagram.

Hal tersebut mungkin terjadi ketika seseorang melihat unggahan orang lain di linimasa, lalu membandingkannya dengan kehidupannya sendiri. Foto-foto yang tersebar di linimasa dari teman, keluarga, influencer atau selebritis terasa tidak lagi menarik. Hal ini tentunya tidak baik untuk kesehatan mental pengguna Instagram yang sebagian besar adalah pemuda.

Jika kaum muda yang seharusnya produktif terjangkit instagramxiety, maka potensi mereka redup karena terus menerus merasa cemas, tidak tenang dalam menjalani kehidupan, selalu merasa kekurangan hingga beranggapan bahwa hidupnya tidak berarti. Para pemuda ini kemudian hidup dengan rasa bersalah dan berada dalam keadaan kesehatan mental yang memburuk.

Menurut pakar Ilmu Sosial, Budaya dan Komunikasi dari Universitas Indonesia, Dr. Devie Rahmawati, pada tahun 2010 depresi menjadi gangguan terbesar di dunia dan diprediksi pada tahun 2030 akan menjadi penyakit terbesar di dunia.

Dia menyebutkan bahwa pemuda saat ini kebanyakan menjadi zombie digital karena mereka berada di dunia digital namun tidak memiliki tujuan hidup, dan sangat tergantung pada validitas (penilaian) orang lain.

Pemuda

Potensi pemuda khususnya di Tanah Air harus diarahkan secara positif mengingat Indonesia diprediksi akan sampai pada puncak bonus demografi pada 2020-2030 ketika komposisi penduduk usia produktif mencapai sekitar 70 persen dari total populasi.

Di tengah gempuran media sosial yang dapat berakibat buruk pada kesehatan mental, para pemuda harus mengetahui bahwa mereka memiliki potensi besar yang sangat penting bagi kebangkitan negeri.

Selain itu, kaum muda harus meyakini bahwa dirinya adalah sosok istimewa yang diciptakan dengan karakteristik unik dan punya misi untuk memberikan bobot kebaikan di bumi.

Makanya, pemuda harus memiliki ‘imunitas digital’ dengan meningkatkan kemampuan literasi bermedia hingga menjadi cyber army yang mampu menjadi pengarus utama konten-konten bermuatan positif dan bermanfaat bagi banyak orang.

Bagi para pemuda Muslim, yang memiliki tujuan hidup hingga akhirat dan memiliki bekal Al-Quran dan ajaran Nabi Muhammad ﷺ, seharusnya bebas dari instagramxiety.

Ingatlah, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”

Penulis: Yul Rachmawati (pemerhati media; entrepreneur)

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan