Banner

Magelang, Jawa Tengah (Indonesia Window) – Di tengah lonjakan kasus harian di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, terutama dengan munculnya varian Omicron, para peneliti di China menemukan bahwa stem cells atau sel punca memiliki kemampuan yang signifikan dalam melakukan kontrol kekebalan dan penyembuhan cedera jaringan, terutama sel punca mesenkim (MSCs).

MSCs diproduksi dari mesoderm dan ektoderm selama tahap awal perkembangan embrio, dan mendapatkan banyak perhatian karena kemampuan diferensiasi multi arah, dan kemampuan imunomodulator.

MSCs telah diekstraksi dari banyak jaringan dan digunakan untuk perbaikan dan regenerasi jaringan tertentu seiring dengan kemajuan pengobatan regeneratif dan pengobatan presisi.

MSCs saat ini dapat diekstraksi dari berbagai jaringan manusia, termasuk sumsum tulang, darah tali pusat, jaringan adiposa, endometrium, darah rahim, embrio, dan sebagainya. Dalam hal ini kurangnya aspek etika juga menjadi perhatian dalam penelitian tersebut.

Uji coba pertama pengobatan sel induk menemukan bahwa pemberian MSCs tingkat klinis intravena kepada tujuh pasien COVID-19 meningkatkan hasil fungsional mereka dan mendorong rehabilitasi.

Banner

Sejak 23 Januari 2020 hingga 16 Februari 2020, Rumah Sakit YouAn Beijing di China merekrut tujuh pasien COVID-19. Setiap pasien menerima 1 x 106 MSCs per kilogram berat badan melalui infus intravena.

Dalam dua jam transplantasi, tidak ada efek samping atau alergi terkait infus yang terdeteksi. Para pasien mengalami demam tinggi, kelemahan, sesak napas, dan hipoksia sebelum transplantasi MSCs. Semua gejala telah hilang dalam 2-4 hari setelah transplantasi, dan semua fungsi paru-paru pasien telah sangat membaik.

Selanjutnya, tidak adanya enzim pengubah angiotensin 2 (ACE2) dan ekspresi kuat dari faktor trofik tertentu dapat mewakili mekanisme imunomodulator MSCs, menurut penelitian ini.

MSCs menunjukkan potensi paling besar sebagai terapi berbasis sel untuk COVID-19 karena memiliki sifat imunoregulasi yang substansial dan dapat mengatur sistem imun bawaan dan adaptif, serta mengurangi respons imun yang terlalu aktif dan sindrom badai sitokin.

Sel punca ini juga dapat memancarkan berbagai zat terlarut, serta vesikel ekstraseluler dan eksosom (EXO) dan mempengaruhi intensitas serta keseimbangan respon imun dengan berinteraksi langsung dengan sel imun seperti sel T limfosit, sel B, makrofag, neutrofil, dan sel natural killer (NK).

Selanjutnya, penelitian telah menemukan bahwa sel dewasa hanya menghasilkan interferon ketika virus menyerang, yang mengaktifkan ratusan gen antivirus dan merekrut sel kekebalan untuk melawan virus, sedangkan sel induk tidak bergantung pada interferon dan dapat mengaktifkan banyak gen antivirus secara terus menerus.

Banner

Penelitian yang diterbitkan pada 2022 ini ditulis oleh Shasha Li, Hecheng Zhu, Ming Zhao, dan Weidong Liu, dan rekan-rekan mereka.

Sumber: news-medical.net

Laporan: Ditasari Amalia

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Banner

Iklan