Punya ribuan masjid, Muslim Bosnia dan Herzegovina masih alami islamofobia

Bosnia dan Herzegovina sering disebut sebagai ‘melting pot’ atau ‘kuali peleburan’ di Eropa karena keragaman budaya dan agamanya.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Bosnia dan Herzegovina sering disebut sebagai ‘melting pot’ atau ‘kuali peleburan’ di Eropa karena keragaman budaya dan agamanya.
Bosnia dan Herzegovina yang terletak di Semenanjung Balkan bagian barat Eropa menjadi negara merdeka setelah pembubaran Yugoslavia pada 1992. Wilayah Bosnia yang lebih luas menempati bagian utara dan tengah negara tersebut, sedangkan Herzegovina menempati bagian selatan dan barat daya.
Meskipun Muslim membentuk 52 persen dari total populasi berdasarkan sensus terakhir pada 2013, banyak dari mereka masih menghadapi diskriminasi dalam kehidupan sehari-hari, baik di tempat kerja maupun di ruang publik, hingga kini.
Seorang Muslim Bosnia, yang memilih untuk tidak disebutkan namanya, mengisahkan pengalamannya menghadapi diskriminasi di tempat kerja.
“Saat saya dipekerjakan, saya memberi tahu atasan bahwa saya seorang Muslim yang taat dan meminta izin untuk melaksanakan sholat Jumat selama 30 menit sekali sepekan. Awalnya, ini tidak menjadi masalah. Namun, belakangan saya diberitahu bahwa saya dilarang meninggalkan pekerjaan selama jam kerja, terlepas dari kewajiban ibadah saya, ini jelas melanggar hak konstitusional saya,” tutur lelaki tersebut.
Tidak hanya di tempat kerja, kaum Muslimah Bosnia juga sering menjadi sasaran diskriminasi, terutama karena penampilan mereka. Banyak perempuan yang mengenakan hijab atau kerudung menghadapi serangan fisik dan verbal di jalanan.
Selain itu, mereka juga mengalami diskriminasi sistematis, seperti ditolaknya permohonan untuk mendapatkan KTP, paspor, atau SIM hanya karena mengenakan hijab, menurut ahli hak-hak keagamaan di Sarajevo Law University, Dr. Amila Svraka.
Bahkan, perempuan berhijab tidak diperbolehkan bekerja di angkatan bersenjata atau sistem peradilan karena aturan berpakaian yang ketat.
Meskipun beberapa kasus diskriminasi telah dibawa ke pengadilan dan dimenangkan oleh pihak Muslim, praktik islamofobia tetap berlanjut tanpa perubahan sistematis yang signifikan. Padahal, Islam telah hadir di Bosnia dan Herzegovina selama lebih dari 500 tahun. Namun, pemerintah setempat tidak secara resmi mengakui Islam sebagai agama resmi. Padahal, Kristen dan Yahudi telah diakui. Hal ini membuat komunitas Muslim rentan terhadap diskriminasi sehari-hari.
Di lingkungan regional, Serbia, tetangga timur Bosnia, sering menggunakan islamofobia sebagai alat politik. Negara-negara lain mungkin tidak secara terbuka memperlihatkan islamofobia, tetapi mereka juga memanfaatkan insiden atau sentimen islamofobia untuk kepentingan politik mereka.
Di tengah tantangan ini, Bosnia dan Herzegovina tetap menjadi negara dengan kehidupan keagamaan Islam yang kental.
Ribuan masjid berdiri megah, dengan panggilan azan berkumandang lima kali sehari, dan pariwisata halal serta pendidikan Islam terus berkembang.
Namun, di balik tampilan luar yang tampaknya aman dan stabil, banyak Muslim Bosnia merasa seperti orang asing di tanah air mereka sendiri.
Seamir Sephovich, seorang analis politik, menyatakan, “Meskipun Bosnia dan Herzegovina dikenal sebagai negara yang kaya akan keragaman, komunitas Muslim di sini masih merasa terpinggirkan. Diskriminasi dan islamofobia adalah tantangan nyata yang harus diatasi jika kita ingin mencapai kesetaraan dan keadilan bagi semua warga.”
Sumber: TRT World
Laporan: Redaksi