Banner

Pedagang kebutuhan Imlek di Jakarta hadapi persaingan dengan ‘e-commerce’

Pedagang angpao di Kawasan Pecinan Glodok, Jakarta, mengalami penurunan pendapatan tahun ini di tengah ramainya pedagang dan tren belanja daring. (Xinhua/Abdul Azis Said).

Berjualan saat Tahun Baru Imlek memang menjanjikan, terutama sepekan menjelang tahun baru itu di mana sepanjang jalan di Kawasan Pecinan Glodok penuh pengunjung.

 

Jakarta (Xinhua) – Tahun Baru Imlek menjadi momentum paling dinantikan bagi Alam dan keluarganya untuk meraup penghasilan lebih banyak dengan berjualan angpao di Kawasan Pecinan Glodok. Namun, e-commerce yang kian populer telah menggerus pangsa usahanya.

Pria 55 tahun itu sehari-hari bekerja serabutan, biasanya berjualan mainan di Kawasan Kota Tua Jakarta atau sesekali bekerja sebagai ojek daring. Selain itu, selama hampir dua dekade terakhir dia berjualan angpao di Kawasan Pecinan Glodok setiap memasuki Tahun Baru Imlek.

“Omzet penjualan selama sebulan terakhir sekitar 60 juta rupiah, sementara keuntungan yang didapatkan mungkin sekitar 10 juta rupiah,” ujarnya saat ditemui pada Selasa (13/2).

Berjualan saat Tahun Baru Imlek memang menjanjikan, terutama sepekan menjelang tahun baru itu di mana sepanjang jalan di Kawasan Pecinan Glodok penuh pengunjung. Tenda-tenda yang menjual berbagai kebutuhan Imlek bahkan sudah berdiri di sepanjang trotoar jalan sejak sebulan sebelum tahun baru itu.

Banner

Alam bahkan membawa tikar dan tenda untuk menginap karena harus berjualan hingga tengah malam. Sudah beberapa pekan dia tidak pulang ke rumah, sementara istri dan anaknya yang berusia kurang dari lima tahun sesekali berkunjung membantu berjualan. Selain Alam, banyak pedagang lain yang berjualan sepanjang 24 jam.

Namun, omzet pada Tahun Baru Imlek tahun ini tampaknya tidak sebesar tahun lalu. Penjualan daring yang masif dan persaingan dengan pedagang luring lainnya menyebabkan keuntungan Alam tahun ini lebih kecil meski menurutnya masih cukup bagus.

Cerita serupa juga disampaikan Alan, perempuan yang sudah lebih dari empat dekade berjualan kue di Glodok. Sebulan terakhir, dia fokus berjualan kue keranjang, salah satu makanan yang paling sering dicari masyarakat Tionghoa saat Imlek.

Dia memperoleh kue dari distributor khusus, sementara keuntungannya berasal dari bagi hasil penjualan. Bukan hanya penjualan angpao yang turun, Alan pun mengeluh dagangannya sepi pembeli.

Sebulan terakhir, Alan memperkirakan total kue keranjang yang sudah terjual hanya sekitar 330 kg dari tahun lalu yang melampaui 800 kg. Stok kue di pabrik distributor juga masih tersisa banyak. Karena tidak laku, Alan harus menurunkan harga kuenya yang masih tersisa sekitar 20 persen dari harga pekan lalu.

“Dulu, banyak pemilik toko yang datang ke saya membeli banyak kue keranjang untuk dibagikan ke karyawannya, tetapi sekarang sudah semakin jarang,” kata Alan.

Banner

Dia juga menduga maraknya penjualan kue keranjang di situs belanja daring menjadi penyebab utama pembeli kue keranjang tidak lagi seramai dulu. Terlebih lagi harga kue keranjang di situs belanja daring juga relatif lebih murah karena adanya diskon harga dan gratis ongkos pengiriman.

Alan masih akan berjualan kue keranjang hingga Cap Go Meh pada 24 Februari untuk menghabiskan stok yang masih tersisa. Kalaupun tidak terjual habis, dia tidak akan rugi karena masih bisa mengembalikannya ke distributor.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan