Jakarta (Indonesia Window) – Belantara Kalimantan yang luasnya mencapai 40,8 juta hektar adalah habitat alami primata berhidung panjang yang dikenal sebagai bekantan (Nasalis larvatus).
Bekantan masuk dalam Appendix I dari CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang berarti tidak boleh diperdagangkan.
Bekantan juga dinyatakan daftar merah organisasi International Union for Conservation of Nature (IUCN) sebagai spesies endangered atau terancam punah sejak 30 Juni 2008.
Maskot Provinsi Kalimatan Selatan itu hidup di kawasan hutan di sepanjang aliran sungai, tak terkecuali di kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Asam Asam yang berjarak sekira 130 kilometer, atau sekitar tiga jam perjalanan melalui jalur darat dari ibu kota provinsi, Banjarmasin.
Sekitar 28 ekor bekantan ditemukan di dalam konsesi wilayah PLTU seluas 175 hektar tersebut. Mereka hidup berkelompok di sepanjang bantaran Sungai Asam Asam.
Manager PLN UPK (Unit Pelaksana Pembangkitan) Asam Asam Dony Ocniza mengatakan fasilitas kelistrikan yang mendukung kehidupan masyarakat setempat itu harus bersinergi dengan alam dan bekantan.
“Kami bertekad untuk terus melindungi kekayaan alam dan memelihara proses ekologi serta menjaga keseimbangan ekosistem di area PLTU Asam Asam secara berkelanjutan,” ujar Dony seperti dikutip dari situs jejaring Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Guna mewujudkan harmoni antara aktivitas manusia dan alam yang menjadi tempat hidup bekantan serta keanekaragaman hayati lainnya, terdapat kawasan konservasi di dalam area PLTU Asam Asam.
Penanggung jawab program lingkungan, Alda Erfian, mengatakan daerah konservasi tersebut bertujuan menjaga kelestarian alam serta mencegah dan membatasi kegiatan yang dapat mengakibatkan kepunahan bekantan.
“Di area kami terjadi kenaikan populasi bekantan yang awalnya 13 ekor pada 2015, menjadi 28 ekor saat ini. Ini juga salah satu dampak dari pengayaan pakan yang dilakukan melalui penanaman pohon rambai (Baccaurea motleyana), makanan favorit bekantan,” jelas Alda.
Menurut dia, menanam 100 tanaman rambai di area konservasi tersebut juga melindungi habitat bekantan dari intrusi dan abrasi air laut yang masuk ke Sungai Asam Asam.
“Dan yang paling penting juga adalah penanaman pohon rambai berkontribusi dalam mengurangi emisi,” imbuhnya.
Dengan terjaganya habitat alami bekantan, masyarakat yang mendiami area PLTU Asam Asam yang selama ini memanfaatkan nipah (sejenis palem di lingkungan hutan bakau) kini memiliki sumber pendapatan lain dengan menyewakan kapal untuk kegiatan wisata susur sungai.
Para wisatawan dapat menikmati keindahan sungai dan hutan yang alami sembari mengamati bekantan.
“Kami melibatkan masyarakat dalam berbagai aktivitas konservasi keanekaragaman hayati,” kata Alda.
Program perlindungan keanekaragaman hayati tersebut mengantarkan PLTU Asam Asam menerima penghargaan Indonesia Green Awards (IGA) pada awal 2020 dari The La Tofi School of CSR (Program Tangguh Jawab Sosial Perusahaan) untuk kategori Pengembangan Keanekaragaman Hayati.
Laporan: Redaksi