Banner

Turkiye sebut penolakan Swedia untuk selidiki insiden boneka Erdogan “absurd”

Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan berpidato di sebuah alun-alun di Konya, Turkiye, pada 26 November 2022. (Xinhua/Mustafa Kaya)

Aksi protes di Stockholm, yang melibatkan penggantungan boneka berbentuk Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan, dilakukan oleh pendukung Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang ilegal.

 

Ankara, Turkiye (Xinhua) – Menteri Luar Negeri (Menlu) Turkiye Mevlut Cavusoglu pada Selasa (17/1) menyebut keputusan kejaksaan Swedia untuk tidak menyelidiki sebuah aksi protes di Stockholm, yang melibatkan penggantungan boneka berbentuk Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan, sebagai hal yang “absurd.”

“Keputusan kantor kejaksaan (Swedia) untuk tidak menyelidiki insiden tersebut sangat absurd, dan kita semua tahu apa arti dari aturan hukum,” kata Cavusoglu dalam konferensi pers bersama Menlu Iran Hossein Amir-Abdollahian, yang sedang berkunjung, di Ankara, ibu kota Turkiye.

Insiden itu merupakan “aksi kejahatan kebencian yang bersifat rasis and penuh kebencian,” yang juga bertentangan dengan nilai-nilai universal serta merupakan tindak kejahatan menurut hukum internasional, tegas Cavusoglu.

Swedia seharusnya tidak mencoba membodohi Turkiye dengan menyebut insiden itu sebagai kebebasan berbicara, lanjutnya.

Banner

Negara Nordik tersebut entah akan “menjadi korban dari ranjau yang diletakkan oleh para teroris” atau akan melangkah maju dengan memenuhi persyaratan kesepakatan yang dicapai dengan Turkiye, demikian menlu Turkiye itu memperingatkan.

Pekan lalu, sekelompok pengunjuk rasa menggantung terbalik sebuah boneka yang menyerupai sosok Erdogan di Stockholm dan menyebarkan rekaman videonya di media sosial. Ankara mengatakan para pengunjuk rasa adalah pendukung Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang ilegal.

Swedia, bersama dengan Finlandia, mengajukan permohonan untuk bergabung dengan NATO pada pertengahan Mei tahun lalu. Namun, Turkiye, yang merupakan anggota NATO, keberatan dengan permohonan kedua negara Nordik tersebut karena hubungan antara kedua negara itu dengan PKK.

Pada 28 Juni tahun lalu, Turkiye, Swedia, dan Finlandia mencapai nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) sebelum Ankara mencabut hak vetonya menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO di Madrid.

Parlemen Turkiye belum meratifikasi permohonan dari negara-negara Nordik tersebut, dengan alasan bahwa keduanya belum memenuhi permintaan Turkiye.

PKK, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turkiye, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, telah melakukan pemberontakan melawan pemerintah Turkiye selama lebih dari tiga dekade.

Banner

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan