Buku baru karya akademisi Jepang ungkap kebenaran perang klandestin Jepang pada PD II

Seiya Matsuno, peneliti di Institut Penelitian Perdamaian Internasional Universitas Meiji Gakuin di Jepang. (Xinhua)

Akademisi Jepang Seiya Matsuno melakukan penelitian ekstensif dan mengungkap lebih dari 100 dokumen bersejarah yang berkaitan dengan Institut Penelitian Noborito, sebuah laboratorium Tentara Kekaisaran Jepang yang berfokus pada perang klandestin.

 

Tokyo, Jepang (Xinhua) – Buku baru karya akademisi Jepang Seiya Matsuno yang mengungkap operasi klandestin Jepang selama Perang Dunia II (PD II), secara resmi diterbitkan pada Ahad (7/7).

Buku yang berjudul ‘Informasi Terkait dengan Lembaga Penelitian Noborito Tentara Kekaisaran Jepang’ (Materials Related to Imperial Japanese Army Noborito Research Institute) itu mencakup 125 dokumen dan lebih dari 1.500 catatan sejarah asli yang dikompilasi dengan cermat oleh Matsuno, seorang peneliti di Institut Penelitian Perdamaian Internasional Universitas Meiji Gakuin di Jepang.

Selama lima tahun terakhir, Matsuno melakukan penelitian ekstensif dan mengungkap lebih dari 100 dokumen bersejarah yang berkaitan dengan Institut Penelitian Noborito, sebuah laboratorium Tentara Kekaisaran Jepang yang berfokus pada perang klandestin.

Sumber informasi untuk buku ini sebagian besar berasal dari Arsip Nasional Jepang, Institut Studi Pertahanan Nasional Kementerian Pertahanan Jepang, Arsip Diplomatik Kementerian Luar Negeri Jepang, dan Museum Edo-Tokyo, dan lain-lain.

“Institut Penelitian Noborito adalah lembaga penelitian perang klandestin Jepang (pada PD II). Sebagai contoh, lembaga itu melakukan penelitian tentang alat-alat yang diperlukan untuk pembunuhan, sabotase, dan spionase, serta pembuatan bom balon dan mata uang palsu. Fokus lembaga ini adalah pada aspek-aspek klandestin dalam peperangan,” ujar Seiya Matsuno.

Pada 7 Juli 1937, pasukan Jepang menyerang pasukan China di Jembatan Lugou di pinggiran Beijing.

Insiden tersebut dikenal sebagai awal dari invasi skala penuh Jepang ke China dan perlawanan seluruh bangsa China terhadap pendudukan Jepang.

“Tanggal 7 Juli memiliki makna yang suram. Memilih hari ini untuk menerbitkan buku ini mewujudkan keinginan saya yang tulus bahwa sejarah yang pahit itu tidak boleh terulang kembali,” ujarnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan