Peneliti BRIN temukan spesies baru anggrek berbentuk seperti kuku macan di Sulawesi

‘Aerides obyrneana’ memiliki ciri khas bunga dengan kombinasi warna yang jarang ditemukan dalam genusnya. Sepal dan petal bunganya berwarna putih keunguan, sedangkan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan. (BRIN)

Aerides obyrneana memiliki ciri khas bunga dengan kombinasi warna yang jarang ditemukan dalam genusnya. Sepal dan petal bunganya berwarna putih keunguan, sedangkan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan.

 

Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini mengidentifikasi dan mempublikasikan spesies baru anggrek yang ditemukan di Sulawesi. Anggrek yang dikenal dengan nama lokal ‘anggrek kuku macan’ ini merupakan penemuan signifikan dalam dunia botani.

Spesies baru ini, yang secara ilmiah dinamakan Aerides obyrneana, dipublikasikan pada Mei 2024 dalam jurnal Edinburgh Journal of Botany. Nama ‘anggrek kuku macan; diambil dari bentuk dagu bunga yang menyerupai kuku macan, dengan bagian dagu bunga yang berbentuk konus meliuk dan berujung runcing.

Peneliti utama, Destario Metusala, menjelaskan bahwa sebelum penemuan tersebut, terdapat lima spesies Aerides yang telah dikenal di Indonesia, termasuk Aerides odorata yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan beberapa kepulauan lainnya. Tiga spesies endemik lainnya berasal dari Sulawesi, yakni A. huttonii, A. inflexa, dan A. thibautiana. Hingga kini, belum ada catatan ilmiah tentang keberadaan spesies Aerides di Maluku dan Papua.

Aerides obyrneana memiliki ciri khas bunga dengan kombinasi warna yang jarang ditemukan dalam genusnya. Sepal dan petal bunganya berwarna putih keunguan, sedangkan bibir bunga berwarna kuning cerah kehijauan. Nama ‘obyrneana’ diambil untuk menghormati Peter O’Byrne, seorang pemerhati anggrek yang berperan penting dalam pengembangan taksonomi anggrek di Asia Tenggara.

Anggrek tersebut tumbuh sebagai epifit, menempel pada batang pepohonan tanpa merugikan pohon inangnya. Tanaman ini memiliki batang berdaun yang tinggi sekitar 10-16 cm dan daun memanjang seperti pita dengan panjang 4-13 cm. Spesies ini juga memiliki akar lekat yang panjangnya mencapai 60 cm, berfungsi untuk menyerap kelembaban dari udara dan menyimpan cadangan air.

Bunga Aerides obyrneana mekar sempurna dengan ukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm, memiliki sepal dan petal yang kaku serta bibir bunga bercuping tiga dengan bentuk flabellate. Dagu bunga (spur) yang melengkung biasanya berisi cairan nektar untuk menarik serangga penyerbuk.

Bunga Aerides obyrneana mekar sempurna dengan ukuran lebar sekitar 2,4-2,6 cm, memiliki sepal dan petal yang kaku serta bibir bunga bercuping tiga dengan bentuk flabellate. Dagu bunga (spur) yang melengkung biasanya berisi cairan nektar untuk menarik serangga penyerbuk. (BRIN)

Habitat alami anggrek ini adalah tepian hutan semi terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan intensitas cahaya sekitar 50-70 persen. Karakter morfologi daun dan bunga menunjukkan adaptasi terhadap lingkungan dengan kelembaban rendah dan suhu tinggi, memungkinkan anggrek ini bertahan pada kondisi kekeringan.

Menurut Destario, Aerides obyrneana mirip dengan spesies Aerides upcmae dari Filipina dan A. houlletiana dari Indochina, namun memiliki perbedaan mencolok pada cuping tengah bibir bunga dan ornamen kalus di dagu bunga.

Dengan sebaran alami yang terbatas di Sulawesi, spesies baru ini diusulkan masuk dalam kategori kritis (Critically Endangered) oleh The International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List.

Ancaman terhadap spesies tersebut termasuk konversi habitat alami dan potensi pengambilan tak terkendali untuk perdagangan komersial.

Destario menekankan pentingnya upaya pelestarian bersama untuk memastikan kelangsungan hidup anggrek ini. “Maka dari itu, penting adanya kerja sama berbagai pihak, termasuk komunitas hobiis, untuk melakukan upaya pelestarian berkelanjutan agar anggrek ini tidak punah,” ujarnya.

Penemuan anggrek di Sulawesi tersebut menambah kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia dan membuka peluang baru untuk penelitian lebih lanjut serta upaya konservasi.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan