Banner

Studi temukan kontaminasi nitrat signifikan pada sumber air minum di pedesaan Selandia Baru

Warga terlihat berjalan-jalan di Arrowtown, Selandia Baru, pada 25 April 2025. (Xinhua/Long Lei)

Canterbury menghadapi masalah nitrat terbesar di Selandia Baru, mengaitkan level nitrat yang tinggi terutama dengan limbah hewan dari praktik pertanian intensif.

 

Wellington, Selandia Baru (Xinhua/Indonesia Window) – Lebih dari 5 persen sampel air minum di daerah pedesaan Selandia Baru melebihi batas nitrat nasional, dengan hampir sepertiga di antaranya melampaui separuh dari level yang diizinkan, menunjukkan adanya risiko kontaminasi yang meluas, menurut penelitian terbaru.

Analisis terhadap lebih dari 2.400 sampel yang dikumpulkan pada periode 2022 hingga 2024 menunjukkan level kontaminasi tertinggi terjadi di Canterbury, Waikato, dan Southland, yang dikenal sebagai daerah-daerah pertanian intensif di Selandia Baru, menurut pernyataan yang dirilis pada Selasa (30/9) oleh organisasi Earth Science New Zealand (sebelumnya GNS Science).

Berbeda dengan pasokan air umum, sumur air tanah di daerah pedesaan yang digunakan oleh kurang dari 25 orang tidak memiliki sistem pengaturan, sehingga banyak komunitas berisiko mengonsumsi kadar nitrat yang tidak aman dan memiliki kaitan dengan masalah kesehatan serius seperti kanker dan kelahiran prematur, papar pernyataan tersebut.

“Orang-orang dari seluruh penjuru negeri telah membantu membangun peta nasional mengenai titik-titik utama kontaminasi nitrat dan memperoleh informasi penting tentang level nitrat dalam pasokan air minum mereka sendiri,” ujar Karyne Rogers, penulis utama penelitian itu dari GNS Science.

Banner

Tim Chambers, lektor kepala di Universitas Canterbury, salah satu penulis penelitian tersebut, menekankan bahwa Canterbury menghadapi masalah nitrat terbesar di Selandia Baru, mengaitkan level nitrat yang tinggi terutama dengan limbah hewan dari praktik pertanian intensif.

Chambers menjelaskan risiko-risiko kesehatan yang meningkat bagi penduduk pedesaan, terutama bayi, dan menyerukan upaya pendekatan pencegahan di tengah peninjauan regulasi yang masih berlangsung.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan