Kisah kiswah dari masa ke masa

Para jamaah berkumpul mengelilingi Ka’bah saat menunaikan ibadah umroh/haji pada 1887. (Al Sayyid Abd al Ghaffar/Library of Congress/The Atlantic)

Jakarta (Indonesia Window) – Atas nama Pemimpin Kerajaan Arab Saudi Raja Salman, Gubernur Makkah Pangeran Khalid Al-Faisal pada Rabu (22/7) menyerahkan kiswah (kain penutup) Ka’bah kepada pengurus Ka’bah senior, Saleh bin Zain Al-Abidin Al-Shaibi.

Selanjutnya, kiswah yang baru diserahkan itu akan mengganti yang lama pada hari kesembilan Dzulhijjah, sejalan dengan kebiasaan yang telah dijejak Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya radhiyallahu ‘anhum.

Kiswah diganti setahun sekali waktu musim haji saat jamaah berada di Arafah. Sehingga esoknya, pada Idul Adha 10 Dzulhijjah, mereka akan melihat Ka’bah dengan kiswah baru.

Sementara itu, Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci mengangkat bagian bawah kiswah sekitar tiga meter dan menutupi area yang dinaikkan dengan kain katun putih selebar sekitar dua meter di keempat sisi.

Langkah ini bertujuan menjaga kebersihan dan keamanan kiswah karena para jamaah berjejalan untuk menyentuh Ka’bah.

Kisah kiswah dari masa ke masa
Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci mengangkat bagian bawah kiswah sekitar tiga meter dan menutupi area yang dinaikkan dengan kain katun putih selebar sekitar dua meter di keempat sisi. Langkah ini bertujuan menjaga kebersihan dan keamanan kiswah karena para jamaah berebutan untuk menyentuh Ka’bah. (Indonesia Window)

Warna kiswah

Kiswah adalah kain penutup Ka’bah yang terkenal dengan warna hitam.

Namun dalam sejarahnya kiswah ternyata tak selalu hitam, dan telah mengalami perubahan selama berabad-abad.

Diriwayatkan bahwa setelah penaklukan Makkah pada tahun 9 Hijriah, Nabi ﷺ menutup Ka’bah dengan kain dari Yaman saat beliau menunaikan haji wada’ (perpisahan).

Nabi Muhammad ﷺ menutup Ka’bah dengan kain putih bergaris-garis dari Yaman, sedangkan Abu Bakar Siddiq, Umar bin Al-Khattab, dan Utsman bin Affan (radhiyallahu ‘anhum) menutupnya dengan kain putih.

Sementara Khalifah Ibn Al-Zubayr (683-692 M) menutup Ka’bah dengan bahan brokat merah.

Selama era Abbasiyah (750-1258 M), Ka’bah ditutup sekali dengan kain putih dan sekali dengan kain merah, sementara Sultan Seljuk (1037-1194 M) menutupnya dengan brokat kuning.

Warna kiswah berubah lagi pada masa Khalifah Abbasiyah Al-Nassir (1180-1225 M) yang menggunakan kain hijau, dan kemudian menjadi brokat hitam. Warna terakhir ini tetap tak berubah hingga sekarang.

Direktur Pusat Sejarah Makkah, Fawaz Al-Dahas, mengatakan kepada Arab News, “Ka’bah ditutup sekali putih, sekali merah, dan sekali hitam, dan pilihan warna didasarkan pada keadaan finansial di setiap zaman”.

Kain

Kain Qubati dari Mesir merupakan salah satu jenis kain terbaik yang digunakan untuk menutup Ka’bah.

Selain itu, kiswah dari Yaman juga merupakan kain berkualitas dan paling terkenal saat itu.

Tentang warna kiswah yang berubah dari masa ke masa, Al-Dahas mengatakan bahwa putih adalah warna paling cerah, tapi tidak tahan lama.

Seringkali kain putih sobek, kotor, dan menjadi kusam ketika para peziarah menyentuhnya. Karena tidak bertahan lama, maka kain putih diganti dengan brokat hitam-putih dan shimla dari India yang juga digunakan untuk menutupi tenda-tenda Arab.

“Beragam kondisi keuangan mempengaruhi jenis kain yang digunakan untuk menutup Ka’bah,” jelas Al-Dahas.

Dia menilai bahwa cara manusia memandang kiswah berevolusi setelah itu, sehingga diganti dengan brokat merah dan kain qubati Mesir. Antaa, yang merupakan permadani dari kulit, atau musouh, bahan yang kasar, juga ditambahkan pada kiswah.

“Kiswah dulu sering diganti setiap kali kain tersedia. Inilah yang terjadi di era Kekhalifahan Rashidun, Bani Umayyah, dan Abbasiyah,” katanya.

Hitam akhirnya dipilih pada akhir era Abbasiyah karena tahan lama meski disentuh oleh para peziarah yang memiliki budaya berbeda dari seluruh dunia.

Sejarah

Sejumlah kitab sejarah mencatat orang pertama yang menutup Ka’bah di masa pra-Islam adalah Tubbaa Al-Humairi, raja Yaman.

Dikisahkan bahwa dia menutup Ka’bah di masa pra-Islam setelah mengunjungi Makkah.

Para sejarawan Ka’bah menyebutkan dalam beberapa catatan bahwa Al-Humairi menutup bangunan suci tersebut dengan kain tebal yang disebut khasf, lalu dengan Maafir, yakni kain dari daerah Maafir di Yaman.

Dia kemudian menutupnya dengan milaa, yakni sehelai kain tipis yang dikenal sebagai rabitah. Setelah itu, Ka’bah ditutup dengan kain Yaman bergaris merah yang disebut wasael.

Selanjutnya, para penerus Al-Humairi menggunakan penutup berbahan kulit dan qubati dengan banyak bahan lainnya di era pra-Islam dan menganggapnya sebagai tugas keagamaan dan kehormatan besar.

Beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa kiswah pada saat itu digunakan berlapis pada Ka’bah, sehingga menjadi berat. Kain penutup itu lalu dibuat per bagian.

Para sejarawan memastikan dalam sebuah laporan bahwa Nabi ﷺ adalah orang pertama di masa Islam yang menutup Ka’bah dengan qubati, yaitu kain putih tipis yang dibuat di Mesir yang namanya berasal dari nama komunitas Koptik di negeri itu.

Sejumlah catatan menyebutkan bahwa dalam pembebasan Makkah, Nabi ﷺ mempertahankan kiswah lama yang digunakan di zaman kaum musyrik dan tidak menggantikannya sampai seorang wanita tak sengaja membakarnya saat mencoba mengharumi Ka’bah dengan dupa.

Setelah itu, Nabi ﷺ menutup Ka’bah dengan kain Yaman.

Raja-raja dan sultan Muslim kemudian melanjutkan tugas menutup Ka’bah dan terus merawatnya.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan