Banner

Studi ungkap respons lahan basah rawa terhadap perubahan iklim di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet

Foto dari udara yang diabadikan pada 6 Juli 2023 ini menunjukkan pemandangan di sepanjang Sungai Kuning di wilayah Maqu, Prefektur Otonom Etnis Tibet Gannan, Provinsi Gansu, China barat laut. (Xinhua/Fang Xin)

Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, yang mencakup 20 persen dari total lahan basah China, memainkan peran penting dalam siklus karbon regional.

 

Beijing, China (Xinhua) – Di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, para ilmuwan China baru-baru ini menemukan dinamika fenologi vegetasi lahan basah sebagai respons terhadap perubahan iklim.

Studi tersebut, yang dipimpin oleh para peneliti dari Institut Geografi dan Agroekologi Timur Laut di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China, baru-baru ini dipublikasikan dalam jurnal Global Change Biology.

Menurut studi itu, Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, yang mencakup 20 persen dari total lahan basah China, memainkan peran penting dalam siklus karbon regional. Untuk memahami pengaruh perubahan iklim terhadap vegetasi rawa, kajian terhadap dinamika fenologi perlu dilakukan.

Dalam studi ini, para peneliti menggunakan data yang diperoleh dari satelit dan data observasi iklim untuk mempelajari dampak perubahan iklim terhadap akhir musim tanam (end of the growing season/EOS) vegetasi lahan basah rawa di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet dari tahun 2001 hingga 2020.

Banner

Selama periode 20 tahun, mereka menemukan bahwa rata-rata EOS vegetasi rawa secara regional tertunda signifikan selama 4,1 hari setiap dekade.

Dataran Tinggi Qinghai-Tibet
Foto yang diabadikan pada 21 Juli 2022 ini menunjukkan pemandangan Gunung Geladandong di daerah sumber Sungai Yangtze di Provinsi Qinghai, China barat laut. Lingkungan ekologi di Taman Nasional Sanjiangyuan di Provinsi Qinghai, China barat laut, terus mengalami perbaikan sejak taman itu didirikan pada 2021, dengan kapasitas konservasi air meningkat lebih dari 6 persen setiap tahunnya, menurut laporan perkembangan taman itu yang dirilis belum lama ini. Setiap tahun, Taman Nasional Sanjiangyuan mengalirkan lebih dari 60 miliar meter kubik air tawar berkualitas tinggi ke hilir, dan cakupan padang rumput serta hasil panen rumput di taman tersebut meningkat masing-masing lebih dari 11 persen dan 30 persen, ungkap laporan itu. (Xinhua/Zhang Long)

Para peneliti menemukan bahwa peningkatan suhu pramusim adalah penyebab utama keterlambatan EOS vegetasi rawa, sementara curah hujan kumulatif pramusim tidak banyak berpengaruh.

Mereka juga menemukan bahwa reaksi EOS terhadap perubahan iklim berbeda secara spasial di sepanjang dataran tinggi tersebut, menunjukkan bahwa kondisi hidrologi memainkan peran pengatur dalam fenologi rawa.

“Temuan kami menggarisbawahi perlunya memasukkan faktor-faktor hidrologi ke dalam model ekosistem terestrial, khususnya di wilayah dingin dan kering, untuk prediksi akurat terkait respons fenologi vegetasi rawa terhadap perubahan iklim,” menurut studi itu.

Studi tersebut juga memaparkan bahwa strategi konservasi dan pengelolaan yang didasarkan pada informasi yang cukup sangatlah krusial saat berhadapan dengan tantangan iklim saat ini dan di masa depan.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan