Oleh Marwa Yahya
Krisis utang Amerika Serikat (AS) yang terus berulang secara berkala telah merusak citranya sebagai negara adidaya dunia, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah hegemoni dolar AS telah mengesampingkan stabilitas global.
Kairo, Mesir (Xinhua) – Krisis utang Amerika Serikat (AS) yang terus berulang secara berkala telah merusak citranya sebagai negara adidaya dunia, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah hegemoni dolar AS telah mengesampingkan stabilitas global, seperti diungkapkan seorang ekonom Mesir.
“Krisis plafon utang AS merupakan dampak dari kebuntuan politik antara Partai Demokrat dan Partai Republik dalam mencapai kesepakatan,” ujar Adel Mahmoud, Ketua Forum Kairo untuk Riset Ekonomi.
Pada Januari, pemerintah AS mencapai plafon utangnya sebesar 31,4 triliun dolar AS. Sejak saat itu, Departemen Keuangan AS telah memperingatkan tentang tanggal X, yaitu hari di mana pemerintah AS tidak mampu membayar utangnya lagi.
“Plafon utang memberikan beban besar bagi pemerintah AS baik di dalam maupun luar negeri karena mencerminkan kebuntuan politik dan ketidakmampuan negara dengan perekonomian terbesar di dunia itu dalam membayar utang-utangnya,” kata Mahmoud kepada Xinhua.
Jika pemerintah AS terlambat membayar utang, pada akhirnya mereka tidak akan mampu membayar pengeluaran lain seperti jaminan sosial, perawatan kesehatan, dan gaji pegawai negeri, ujarnya.
Kongres AS telah menyetujui rancangan undang-undang untuk menaikkan plafon utang AS setelah Senat mengesahkannya pada 1 Juni, untuk yang ke-103 kalinya sejak 1945.
Namun, Mahmoud yakin bahwa krisis ini akan kembali terjadi karena pemerintah AS telah hidup di luar kemampuannya dan mengandalkan pinjaman demi memenuhi kebutuhannya.
“Menempatkan pembuatan kebijakan keuangan di tangan para politisi yang terpolarisasi tidak hanya merugikan AS, tetapi juga membunyikan lonceng tanda bahaya akan goyahnya posisi AS dalam menjaga stabilitas ekonomi global,” katanya.
Alih-alih menyelesaikan masalah utangnya sendiri, AS justru mengekspor krisis domestiknya ke negara-negara lain dengan mengambil keuntungan dari dominasi dolar AS, menurut pakar itu.
“Hegemoni dolar AS menghambat fungsi pasar keuangan global dan akan memperburuk perlambatan ekonomi dunia yang disebabkan oleh ketidakpastian Washington dalam membayar utangnya,” imbuhnya.
Dirinya menjelaskan bahwa AS dulunya dianggap sebagai tempat yang aman untuk menyimpan aset, namun perdebatan partisan di antara politisi dan anggota parlemen AS akan meningkatkan sentimen penghindaran risiko di kalangan investor, yang berpikir bahwa AS tidak lagi dapat menjadi tempat penyimpanan aset yang bebas risiko.
Para investor sedang mencari alternatif-alternatif baru selain mata uang dan pasar AS, dan berpindah ke mata uang lain akan menjadi jalan keluar untuk mencegah krisis ekonomi global baru, tambahnya.
*1 dolar AS = 14.862 rupiah
Laporan: Redaksi