Penulis Spanyol Javier Garcia menuturkan bahwa China bukanlah ancaman, melainkan harapan bagi dunia multipolar, dengan semua orang dapat hidup lebih damai, melakukan perdagangan dengan seluruh dunia, mendedikasikan energi dan sumber daya mereka untuk meningkatkan kehidupan penduduknya alih-alih untuk memperkaya segelintir orang, serta melakukan pertukaran barang, pengetahuan, dan budaya, alih-alih senjata dan bom.
Beijing, China (Xinhua) – Saat bekerja sebagai reporter, Garcia bertemu dengan Ding Yan (34), yang menceritakan bagaimana hidupnya telah berubah, dari masa kecilnya di pedesaan tanpa aliran air atau listrik, hingga menempuh studi di universitas, meraih gelar dalam bidang filologi, dan menetap di sebuah kota dengan akses ke layanan publik yang berkualitas tinggi.
“Ketika Anda mulai berbicara dengan orang-orang, Anda menyadari perubahan di China. Perubahan yang dialami generasi ini dalam 20 atau 30 tahun terakhir sangat mengesankan,” ujarnya.
Warga biasa yang diliputi kegembiraan dan ketenangan terasa sangat menyentuh bagi sang delegasi EFE di Beijing kala itu, yang di saat bersamaan merasa lelah dengan disinformasi tiada henti dari media Barat terhadap China.
Akibatnya, pada September 2021, Garcia memutuskan untuk keluar dari dunia jurnalisme setelah lebih dari 30 tahun menjalani profesinya, karena “perang informasi yang memalukan terhadap China telah menghilangkan antusiasme saya terhadap profesi ini.”
Bagi Garcia, ciri dari “kebebasan pers” Barat yang banyak didengungkan berinti pada “menyampaikan hal yang sama persis,” “mengikuti naskah,” dan “menekankan berulang kali betapa buruknya komunisme,” karena siapa pun yang keluar dari jalur yang ditetapkan oleh Departemen Luar Negeri AS dan media AS “akan disingkirkan.”
Setelah mengajukan pengunduran dirinya, Garcia mulai menulis buku tentang China yang autentik, karena menurutnya “banyak hal tentang China tidak diketahui, dan beberapa isu utama, yang sangat penting bagi dunia, juga tidak diketahui karena pembaca tidak terinformasi.”
Dunia multipolar
Penulis tersebut berkeliling ke berbagai daerah, provinsi, dan kota di China, seperti Xinjiang dan Shenzhen, untuk melihat secara langsung topik yang membuatnya penasaran. Mengenai dugaan genosida di Xinjiang, Garcia mengatakan tudingan semacam itu semata-mata hanya berdasarkan data yang dikumpulkan dari internet dan “tidak berdasarkan situasi nyata atau kerja lapangan.”
“Di Xinjiang, budaya Uighur dihormati. Bahasa Uighur diajarkan di sekolah-sekolah dan digunakan di media setempat. Populasi Uighur telah tumbuh sebesar 16 persen dalam 10 tahun terakhir, tiga kali lebih banyak dari pertumbuhan populasi nasional,” paparnya.
Ketika ditanya mengenai langkah-langkah China dalam memerangi COVID-19, Garcia menuturkan bahwa “sama sekali tidak ada pelanggaran hak asasi manusia” dan optimalisasi respons COVID di negara tersebut baru-baru ini dilakukan pada saat agresivitas virus telah berkurang dan risiko kematian telah menurun secara signifikan.
“Jika kita mempertimbangkan bahwa prioritas pemerintah mana pun adalah menyelamatkan nyawa populasinya, penduduknya, maka kebijakan China jelas efektif. Kematian di China jauh lebih sedikit ketimbang di negara-negara Barat dan, yang terpenting, daripada di Amerika Serikat,” ungkapnya.
Terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan, penulis itu yakin bahwa hal tersebut menjadi perhatian utama seluruh warga di dunia. Data resmi menunjukkan China telah mengangkat sekitar 770 juta penduduk pedesaan keluar dari kemiskinan selama 40 tahun terakhir, menyumbang lebih dari 70 persen penurunan kemiskinan global.
Mengenai isu ekologi, Garcia menyadari bahwa dunia memandang “citra China sebagai negara yang berpolusi tinggi,” namun, dalam investigasinya dia menyimpulkan bahwa “yang terjadi justru sebaliknya.”
“China telah mengubah total model pembangunan ekonominya, dari model pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan di atas segalanya, terlepas dari apa pun konsekuensinya, menjadi model yang jauh lebih hijau, menjadi model yang memiliki banyak pertimbangan terhadap lingkungan,” lanjutnya.
Dia menuturkan bahwa China “sedang mengalami transformasi energi dan telah menjadi pemimpin dalam energi terbarukan, mobilitas listrik, mobil listrik, reboisasi, dengan proyek kota spons sebagai contohnya.”
Garcia mengaitkan pencapaian-pencapaian menakjubkan tersebut dengan “revolusi pragmatis” yang dipimpin oleh Partai Komunis China (Communist Party of China/CPC) dan menggambarkan cara berpolitik itu sebagai “karakteristik khas China.”
“CPC bereksperimen dengan berbagai solusi untuk setiap masalah yang muncul, meluncurkan proyek-proyek percontohan di berbagai kota tentang langkah-langkah yang ingin diterapkannya, dan bereksperimen dengan semua itu. Eksperimen yang paling berhasil akan diadopsi dan yang tidak berjalan dengan baik akan ditolak,” terang Garcia.
Menurut pendapat Garcia, China bukanlah ancaman, melainkan harapan bagi dunia multipolar, dengan semua orang dapat hidup lebih damai, melakukan perdagangan dengan seluruh dunia, mendedikasikan energi dan sumber daya mereka untuk meningkatkan kehidupan penduduknya alih-alih untuk memperkaya segelintir orang, serta melakukan pertukaran barang, pengetahuan, dan budaya, alih-alih senjata dan bom.
“China tidak berniat memaksakan visinya kepada pihak lain” dan siap hidup bersama semua negara dalam dunia yang multipolar, dunia yang lebih damai, adil, dan lebih baik, imbuh penulis Spanyol Javier Garcia.
Laporan: Redaksi