Penderita kanker paru-paru di seluruh dunia kini semakin banyak berasal dari kelompok masyarakat bukan perokok.
Jakarta (Indonesia Window) – Meskipun merokok masih merupakan faktor penyebab terbesar kanker paru-paru, namun ini bukan satu-satunya penyebab penyakit ini.
Di Malaysia, kanker paru-paru paling umum ditemukan di kalangan pria, dengan 41 persen di antaranya merupakan perokok.
Faktor risiko lingkungan, seperti perokok pasif, paparan radon, dan polusi udara, diketahui juga menyebabkan kanker pada orang yang tidak pernah merokok.
“Secara tradisional, itu (kanker paru-paru) selalu menjadi penyakit laki-laki. Ketika saya di sekolah kedokteran, kami menyamakan kanker paru-paru dengan pria dan perokok,” kata Dr. Anand Sachithanandan, presiden Jaringan Kanker Paru Malaysia, baru-baru ini.
“Sekarang, kami mulai melihat tingginya insiden kanker paru-paru di kalangan non-perokok. (Ini) sangat memprihatinkan. Tidak hanya di Malaysia, di seluruh dunia dan semua orang bingung kenapa bisa begitu,” tambahnya.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan polusi udara sebagai penyebab lain kanker paru-paru pada 2013.
Di Amerika Serikat, polusi udara bertanggung jawab atas satu hingga dua persen kanker paru-paru.
Pada bulan September 2022, para peneliti menemukan bahwa polusi udara menyebabkan kanker paru-paru dengan mendorong mutasi pada gen yang terkait dengan kanker paru-paru yang disebut KRAS dan EGFR. Gen EGFR telah ditemukan pada setengah dari kanker paru-paru pada non-perokok.
Sebanyak 10-20 persen kasus kanker paru-paru yang tercatat pada tahun 2021 diderita oleh mereka yang bukan perokok, menurut Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat. Jumlah ini meningkat dari delapan persen pada 2017.
Di Malaysia, tidak ada angka spesifik untuk pasien kanker paru berdasarkan kebiasaan merokok.
Dr. Anand memperkirakan bahwa hampir sepertiga dari semua penderita kanker paru-paru di negara tetangga Indonesia ini tidak pernah merokok, dengan mengutip bukti anekdotal, yakni catatan tentang kejadian khusus yang bertalian dengan masalah yang sedang menjadi pusat perhatian pengamat, terutama tingkah laku individu yang diamati sifatnya.
Angka yang tersedia di Malaysia menemukan bahwa kanker paru-paru adalah kanker paling umum kelima di kalangan wanita meskipun hanya 1,1 persen wanita yang merokok, menurut Survei Kesehatan dan Morbiditas Nasional 2019.
Dalam Studi Malaysia 2018 tentang Kelangsungan Hidup Kanker, kanker paru-paru yang terjadi pada wanita – pada 2.478 kasus – hampir setengah dari 5.543 kasus pada pria, meskipun tingkat penggunaan tembakau yang rendah. Wanita non-perokok yang mengidap kanker paru-paru juga cenderung lebih muda.
Konsultan onkologi klinis Rumah Sakit Kuala Lumpur, Dr Vaishnavi Jeyasingam, mengatakan kepada Bernama bahwa asap rokok bekas mungkin menjadi penyebabnya, tetapi menambahkan tidak ada cara untuk memastikannya.
Berbeda dengan Amerika Serikat, Malaysia tidak memiliki penelitian yang menunjukkan dengan tepat faktor lingkungan mana yang memiliki efek paling merugikan pada non-perokok.
“Masalah dengan perokok pasif adalah (Anda harus melihat) dalam hal mengukur paparan, durasi paparan, seberapa dekat kontaknya. Dan penelitian yang meneliti tentang perokok pasif dan penyebab kanker tidak sekuat perokok dan penyebabnya,” katanya.
Selain faktor saat ini, para ahli belum bisa memastikan apakah kasus kanker paru-paru akan meningkat di masa mendatang akibat pandemik COVID-19. Namun, Dr. Anand tidak heran jika hal itu terjadi setelah 10 hingga 20 tahun.
“Kondisi apa pun yang menyebabkan radang paru-paru; jadi saat paru-paru sembuh, mungkin ada bekas luka dan kita tidak tahu efek jangka panjangnya… Mungkin (bahwa) jaringan parut yang kita lihat meningkatkan risiko kanker paru-paru,” katanya, menunjuk bagaimana tuberkulosis meningkatkan risiko seseorang terkena kanker paru-paru.
Sumber: Bernama
Laporan: Redaksi