Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Dengan populasi terbesar keempat di dunia, Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik di laut terbesar ke dua setelah China.
Selain faktor jumlah penduduk, garis pantai yang panjang (kedua setelah Kanada) dan wilayah laut yang luas juga membuat laut Indonesia menjadi tempat pembuangan sampah raksasa.
Jika sebagian besar sampah berakhir di laut, maka muara sungai merupakan “tempat transit”.
Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati, telah melakukan kajian monitoring bulanan sampah pertama di Indonesia yang mengidentifikasi enam jenis sampah dan 19 kategori sampah plastik di sembilan muara sungai di Jakarta, Tangerang dan Bekasi selama Juni 2015 sampai 2016.
“Sekitar 59 persen dari sampah yang mengalir di sembilan muara sungai tersebut merupakan sampah plastik yang didominasi styrofoam,” terang Reza di Jakarta pada Rabu (11/12), demikian dikutip dari situs jejaring LIPI.
Styrofoam diperkirakan terurai di alam dalam waktu paling cepat 500 tahun, bahkan sama sekali tak dapat terurai.
Selama proses penguraian di alam, styrofoam hancur menjadi potongan-potongan kecil yang dapat tertelan oleh binatang, serta meracuni tanah, air tanah yang digunakan oleh tumbuhan dan manusia.
Dia menambahkan, hasil monitoring tersebut memperkirakan aliran sampah dari kawasan Jakarta, Tangerang, dan Bekasi sebesar 8,32 ton per hari.
“Angka tersebut 8-16 kali lebih rendah dibandingkan dengan estimasi dari studi-studi berbasis model,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa data tersebut menunjukkan pentingnya monitoring di lapangan untuk menvalidasi jumlah sampah plastik dari Indonesia.
Selama periode penelitian, hasil monitoring menunjukkan jumlah sampah di laut yang berasal dari Jakarta lebih rendah dibandingkan kawasan sekitarnya.
Dari segi jumlah, sungai di Tangerang mengalirkan sampah plastik terbanyak, sementara dari segi berat, sampah di sungai Bekasi merupakan yang tertinggi.
Menurut Reza, hasil penelitian tersebut memperlihatkan efektifitas program lokal seperti pembersihan sungai, khususnya pemasangan jaring sampah dan kinerja pasukan kebersihan.
Sementara itu, Intan Suci Nurhati menjelaskan, saat memasuki musim hujan hasil riset monitoring menunjukkan banyaknya jumlah sampah yang terbawa ke Teluk Jakarta berhubungan dengan tingkat curah hujan.
“Aliran sampah paling tinggi berada pada puncak musim hujan, yaitu pada Februari 2016 dengan angka curah hujan paling tinggi sepanjang tahun,” tuturnya.
Intan mengingatkan pentingnya meningkatkan aksi bersih sungai serta meminimalkan sampah masuk ke sungai pada Desember hingga Februari saat curah hujan tinggi.
“Kesadaran masyarakat untuk mengurangi penggunaan plastik dan styrofoam serta program bersih sungai yang konsisten oleh pemerintah daerah adalah kunci untuk mengurangi sampah plastik ke laut,” ujarnya.
Hasil penelitian Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports berjudul “Major Sources and Monthly Variations in the Release of Land-derived marine debris from the Greater Jakarta Area, Indonesia”.
Laporan: Redaksi