Situasi ekonomi global telah membuat IMF menurunkan proyeksi pertumbuhannya sebanyak tiga kali sejak Oktober tahun lalu, menjadi hanya 3,2 persen untuk 2022 dan 2,9 persen untuk 2023.
Washington, AS (Xinhua) – Pimpinan Dana Moneter Internasional (IMF) pada Kamis (6/10) mengatakan ada sebuah “perubahan mendasar” dalam ekonomi global, sehingga dia mendesak negara-negara untuk menurunkan inflasi, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, serta bersama-sama mendukung emerging market dan perekonomian berkembang.
Ekonomi global bergerak “dari sebuah dunia yang relatif mudah diprediksi, dengan kerangka kerja berbasis aturan untuk kerja sama ekonomi internasional, suku bunga rendah, dan inflasi rendah … ke dunia dengan lebih banyak kerapuhan, dengan ketidakpastian yang lebih besar, volatilitas ekonomi yang lebih tinggi, konfrontasi geopolitik, dan bencana alam yang lebih sering dan menghancurkan,” kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva dalam pidato menjelang Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2022 yang dijadwalkan pekan depan.
Menekankan urgensi untuk menstabilkan situasi ekonomi global, Georgieva menyatakan bahwa pandangan global telah terbayangi berbagai guncangan, di antaranya perang, dan inflasi menjadi lebih persisten.
IMF telah menurunkan proyeksi pertumbuhannya sebanyak tiga kali sejak Oktober tahun lalu, menjadi hanya 3,2 persen untuk 2022 dan 2,9 persen untuk 2023, kata ketua IMF itu. Georgieva menambahkan bahwa lembaga global itu akan menurunkan proyeksi pertumbuhan untuk tahun depan dalam World Economic Outlook terbarunya pekan depan.
“Kami akan memperingatkan bahwa risiko resesi meningkat,” ujarnya. IMF memperkirakan bahwa negara-negara yang menyumbang sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami setidaknya dua kuartal kontraksi berturut-turut pada tahun ini atau tahun depan.
“Dan, bahkan ketika pertumbuhan positif, itu akan terasa seperti resesi karena pendapatan riil menyusut dan harga naik,” imbuhnya.
Secara keseluruhan, IMF memperkirakan kerugian output global sekitar 4 triliun dolar AS antara saat ini hingga 2026 nanti. Ini setara dengan skala ekonomi Jerman, yang menjadi sebuah kemunduran besar-besaran bagi perekonomian dunia.
Ketua IMF itu mendesak para pembuat kebijakan agar tetap berada di jalur untuk menurunkan inflasi, dan menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, yakni kebijakan yang melindungi yang rentan, tanpa memperparah inflasi, sambil menyerukan upaya bersama untuk mendukung emerging market dan perekonomian berkembang.
“Nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan arus keluar modal mengakibatkan pukulan tiga kali lipat ke banyak emerging market dan perekonomian berkembang,” kata Georgieva, menyebut bahwa kemungkinan arus keluar portofolio dari emerging market selama tiga kuartal ke depan telah meningkat menjadi 40 persen, yang dapat menimbulkan “tantangan besar” bagi negara-negara dengan kebutuhan pendanaan eksternal yang tinggi.
Lebih dari seperempat emerging economy mengalami gagal bayar atau memperdagangkan obligasi pada tingkat yang tertekan, dan lebih dari 60 persen negara berpenghasilan rendah telah atau berisiko tinggi mengalami kesulitan membayar utang.
Ketua IMF itu mendesak negara-negara untuk bekerja sama dalam menghadapi situasi ekonomi global, termasuk masalah seperti kerawanan pangan, yang saat ini memengaruhi begitu banyak orang, hingga 345 juta jiwa, dan perubahan iklim, ancaman eksistensial bagi umat manusia.
Sejak pandemik mulai merebak, IMF telah memberikan bantuan senilai 258 miliar dolar AS kepada 93 negara. Sejak perang Ukraina-Rusia, IMF telah membantu 16 negara dengan dana hampir 90 miliar dolar AS. Ini merupakan tambahan dari alokasi Hak Penarikan Khusus (Special Drawing Rights/SDR) senilai 650 miliar dolar AS tahun lalu.
*1 dolar AS = 15.197 rupiah
Laporan: Redaksi