“Belahan Bumi Selatan mengalami musim flu yang sangat parah, dan hal itu berlangsung lebih awal. Influenza, seperti yang kita semua alami selama bertahun-tahun, dapat menjadi penyakit yang serius, terutama ketika Anda mengalami musim yang parah.”
New York City, AS (Xinhua) – Musim flu parah di Australia tahun ini, yang merupakan musim flu terparah dalam lima tahun, telah menarik perhatian Amerika Serikat (AS).
Selain itu, penyakit mirip influenza juga tercatat lebih tinggi di Selandia Baru pada tahun ini dibandingkan dengan dua tahun terakhir, lapor CNN pada Selasa (6/9).
“Belahan Bumi Selatan mengalami musim flu yang sangat parah, dan hal itu berlangsung lebih awal,” ujar Direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional AS (National Institutes of Allergy and Infectious Diseases) Anthony Fauci, seperti dilansir Bloomberg News. “Influenza, seperti yang kita semua alami selama bertahun-tahun, dapat menjadi penyakit yang serius, terutama ketika Anda mengalami musim yang parah.”
Hal itu mengindikasikan bahwa AS dapat kembali dilanda flu sementara COVID-19 masih merebak pada tingkat yang lebih tinggi, menurut dokter terkemuka di negara tersebut. Pemodelan pemerintah baru-baru ini memperkirakan bahwa penyebaran COVID-19 akan memuncak kembali pada awal Desember.
“Jika hal itu terjadi, maka ini akan menjadi musim dingin pertama di mana AS harus menghadapi dua virus pernapasan yang merebak bersamaan pada level tinggi, sesuatu yang telah diperingatkan oleh sejumlah ahli penyakit menular sejak awal pandemi,” papar CNN.
Pemerintah AS akan meluncurkan kampanye pada musim gugur tahun ini untuk menyerukan kepada masyarakat agar mendapatkan suntikan flu dan membarui dosis penguat (booster) vaksin COVID-19 mereka di saat yang bersamaan, imbuh laporan tersebut.
Peringatan WHO
Pada akhir Agustus lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa kendati ada tren penurunan kasus baru COVID-19 saat ini, peningkatan kasus rawat inap dan kematian diperkirakan akan terjadi dalam beberapa bulan mendatang dengan semakin dekatnya cuaca yang lebih dingin.
Terlepas dari “penurunan jumlah kematian (akibat COVID-19) yang dilaporkan secara global … dengan semakin dekatnya cuaca yang lebih dingin di belahan bumi utara, masuk akal untuk memperkirakan kenaikan kasus rawat inap dan kematian dalam beberapa bulan mendatang,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus kepada wartawan di Jenewa.
Kepala WHO itu menyebut bahwa subvarian Omicron saat ini lebih menular dibandingkan pendahulunya, dan risiko kemunculan varian yang lebih menular dan lebih berbahaya masih ada. Kendati demikian, cakupan vaksinasi di kalangan orang yang paling rentan masih terlalu rendah, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.
Laporan: Redaksi