Jakarta (Indonesia Window) – Semua penumpang yang tiba di Taiwan dari luar negeri mulai Juni harus melalui tes sampel air liur di bandara, menggantikan tes usap hidung untuk pengujian PCR, kata Pusat Komando Epidemi Pusat (CECC) Taiwan, Selasa (31/5).
Uji air liur mengharuskan semua pelancong yang tiba di bandara tidak minum atau makan selama periode antara pendaratan dan pengumpulan sampel guna memastikan kualitas sampel, kata CECC dalam sebuah pernyataan.
Menteri Kesehatan Chen Shih-chung mengatakan pada konferensi pers harian CECC, Selasa (31/5), bahwa menggunakan tes berbasis air liur akan mengurangi lama waktu yang dibutuhkan untuk mengantre di bandara, sehingga menghindari pertemuan yang tidak perlu.
“Jika semua orang mengantre untuk mengambil usap hidung, kemungkinan infeksi klaster meningkat,” kata Chen, yang mengepalai CECC.
Ketika ditanya apakah air liur kurang sensitif daripada swab nasofaring untuk mendiagnosis COVID-19, Chen menjawab bahwa tes tersebut harus memadai jika dilakukan dengan benar dengan jumlah sampel yang dikumpulkan sesuai.
“Manfaatnya adalah dapat menangkap sebagian besar kasus dan juga menurunkan risiko infeksi klaster yang disebabkan oleh banyak orang yang menunggu dan mengantre,” jelas Chen.
Lebih lanjut, Chen mengatakan bahwa tingkat positif untuk kasus impor lebih rendah daripada di masa lalu dan hampir sama atau lebih rendah dari tingkat positif di dalam negeri.
Taiwan pada hari Selasa (31/5) mencatat 80.705 kasus infeksi baru COVID-19, dengan 80.656 ditransmisikan di dalam negeri dan 49 diimpor, menurut CECC.
Angka tersebut tidak termasuk kasus impor yang direklasifikasi sebagai kasus domestik, atau kasus yang dihapus secara retroaktif. Pada 31 Mei, Taiwan mencatat 2.005.338 kasus domestik secara akumulatif, sementara jumlah total kasus impor naik menjadi 12.988 dari 2.396 pada 1 Januari 2022.
Taiwan mulai menguji semua penumpang dari Amerika Serikat, Kanada, Selandia Baru dan Australia untuk COVID-19 pada saat kedatangan menggunakan tes air liur, alih-alih usap hidung pada 18 April. Keputusan itu diambil karena rendahnya tingkat tes positif di antara penumpang yang masuk dari negara-negara tersebut.
Pada 11 Januari, Taiwan mulai mewajibkan penumpang dalam penerbangan jarak jauh ke Pulau Formosa itu untuk melakukan tes reaksi berantai polimerase cepat (PCR) pada saat kedatangan di tengah lonjakan kasus varian Omicron dari COVID-19 di seluruh dunia.
Sejak tindakan itu diterapkan, sekitar 6.200 penumpang dinyatakan positif COVID-19 pada saat kedatangan, atau sekitar 4,2 persen dari semua kedatangan selama waktu tersebut, menurut data CECC.
Sumber: CNA
Laporan: Redaksi