Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak berfluktuasi di perdagangan Asia pada Selasa sore, karena investor resah atas pasokan global yang ketat setelah Libya menghentikan beberapa ekspor, sementara pabrik-pabrik di Shanghai bersiap untuk dibuka kembali pasca penutupan COVID-19. Hal ini meredakan beberapa kekhawatiran dalam permintaan.
Minyak mentah berjangka Brent turun 26 sen atau 0,23 persen, menjadi diperdagangkan di 112,90 dolar AS per barel pada pukul 06.43 GMT, setelah naik lebih dari satu dolar menjadi 114,21 dolar AS per barel di awal sesi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 45 sen atau 0,42 persen, menjadi diperdagangkan di 107,76 dolar AS per barel, setelah sebelumnya naik menjadi 108,92 dolar AS per barel.
Harga berada di bawah tekanan karena dolar diperdagangkan pada level tertinggi baru dalam dua tahun. Penguatan greenback membuat komoditas yang dihargai dalam dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Kedua harga acuan minyak naik lebih dari satu persen pada Senin (18/4) setelah mencapai level tertinggi sejak 28 Maret karena krisis politik di Libya. Negara itu mengatakan tidak dapat mengirimkan minyak dari ladang minyak terbesarnya dan menutup ladang lain karena protes politik.
Pukulan pasokan terbaru datang tepat ketika permintaan bahan bakar di China, importir minyak terbesar di dunia, diperkirakan akan meningkat karena pabrik-pabrik bersiap untuk dibuka kembali di Shanghai.
Namun, harga minyak masih rentan terhadap guncangan permintaan karena China terus memberlakukan pembatasan ketat terkait COVID.
“Agar harga minyak lepas landas pada lintasan yang berkelanjutan, pembukaan kembali kota-kota daratan diperlukan untuk diterjemahkan menjadi rebound ekonomi berkelanjutan yang mendukung permintaan minyak,” kata direktur pelaksana SPI Asset Management, Stephen Innes.
Analis OANDA Jeffrey Halley mencatat bahwa pasar di Asia tampaknya puas untuk mengadopsi pendekatan menunggu dan melihat, enggan mengejar reli harga lebih tinggi.
“Kekhawatiran pertumbuhan China membatasi keuntungan,” tambah Halley.
Di Amerika Serikat, persediaan minyak mentah naik 9,4 juta barel dalam sepekan hingga 8 April menjadi 421,8 juta barel, berlawanan dengan perkiraan analis untuk kenaikan 863.000 barel, menurut jajak pendapat awal Reuters.
Kemungkinan larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia karena invasi ke Ukraina terus membuat pasar gelisah.
Pasukan Rusia telah meluncurkan serangan mereka di Ukraina timur, mencoba untuk menembus pertahanan di hampir seluruh garis depan dalam apa yang digambarkan oleh pejabat Ukraina sebagai fase kedua perang.
Laporan: Redaksi