Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak menguat sekitar dua persen pada akhir perdagangan Jumat (8/4) atau Sabtu pagi WIB, tetapi mencatat penurunan pekanan kedua berturut-turut setelah negara-negara konsumen utama mengumumkan rencana untuk melepaskan minyak mentah dari cadangan strategis mereka.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Juni bertambah 2,20 dolar AS atau 2,19 persen, menjadi menetap di 102,78 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Mei terangkat 2,23 dolar AS, menjadi ditutup di 98,26 dolar AS per barel.
Di pekan ini, Brent merosot 1,5 persen sementara WTI jatuh 1,0 persen. Selama beberapa pekan, harga acuan minyak berada pada posisi paling fluktuatif sejak Juni 2020.
Perdagangan berombak sepanjang hari dan kontrak melonjak lebih tinggi sebelum penyelesaian karena pedagang menutup posisi jual menjelang akhir pekan, kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC.
Kerugian pekanan terjadi karena kekhawatiran atas risiko pasokan mereda setelah beberapa negara mengumumkan untuk melepaskan cadangan minyak mentah mereka.
Negara-negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) akan melepaskan 60 juta barel selama enam bulan ke depan, dengan Amerika Serikat mencocokkan jumlah itu sebagai bagian dari pelepasan 180 juta barel yang diumumkan pada Maret.
“Ada beberapa kekhawatiran bahwa dengan menurunkan harga secara artifisial, Anda hanya akan meningkatkan permintaan dan itu akan menghapus pasokan itu dengan cukup cepat,” kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group.
Rilis ini juga dapat menghalangi produsen, termasuk Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen serpih AS, dari mempercepat peningkatan produksi bahkan dengan harga minyak sekitar 100 dolar AS per barel, kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan.
Komitmen kelompok negara pengekspor minyak OPEC+ untuk target produksi telah berkontribusi menyerap kelebihan pasokan di pasar, kantor berita negara Irak mengutip kementerian perminyakan mengatakan pada Jumat (8/4).
Analis PVM, Stephen Brennock mengatakan keraguan tetap ada tentang apakah pasokan dari rilis cadangan darurat akan mengatasi kekurangan minyak mentah Rusia.
JPMorgan memperkirakan rilis cadangan “berjalan jauh dalam jangka pendek” untuk mengimbangi 1 juta barel per hari dari pasokan minyak Rusia yang diharapkan tetap offline secara permanen.
“Namun, menantikan 2023 dan seterusnya, produsen global kemungkinan perlu meningkatkan investasi untuk mengisi kesenjangan pasokan Rusia dan mengisi kembali cadangan strategis IEA,” kata bank itu dalam sebuah catatan.
Produsen-produsen AS menambahkan 13 rig minyak dalam sepekan hingga 8 April, menurut data dari perusahaan jasa minyak Baker Hughes, kenaikan pekan ketiga berturut-turut.
Sementara Rusia telah menemukan pembeli Asia, pembeli Barat menghindari kargo sejak awal konflik di Ukraina.
Kremlin pada Jumat (8/4/) mengatakan “operasi militer khusus” Rusia di Ukraina dapat berakhir dalam “waktu yang tidak lama dari sekarang.”
Produksi kondensat minyak dan gas Rusia turun menjadi 10,52 juta barel per hari (bph) untuk 1-6 April dari rata-rata Maret 11,01 juta barel per hari, dua sumber yang mengetahui data tersebut mengatakan kepada Reuters, Kamis (7/4).
Kongres AS memilih untuk melarang minyak Rusia pada Kamis (7/4/), sementara Uni Eropa sedang mempertimbangkan hal tersebut.
Jerman mungkin dapat mengakhiri impor minyak Rusia tahun ini, kata Kanselir Olaf Scholz.
Pada Kamis (7/4), negara-negara Uni Eropa menyetujui larangan impor batu bara Rusia, menambahkan blok itu sekarang akan membahas sanksi terhadap minyak.
Tetapi ketidakpastian permintaan membatasi harga pada Jumat (8/4) setelah Shanghai memperpanjang pengunciannya untuk menghadapi infeksi COVID-19 yang meningkat pesat.
Tekanan lebih lanjut datang dari penguatan dolar AS, setelah sinyal bahwa Federal Reserve AS dapat menaikkan suku bunga dana federal tiga poin persentase lagi pada akhir tahun.
Laporan: Redaksi