Jakarta (Indonesia Window) – Harga minyak naik sekitar satu dolar AS di sesi Asia pada Senin sore, karena kekhawatiran atas pasokan yang ketat berlanjut setelah Jerman memperingatkan lebih banyak sanksi terhadap Rusia dan pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran dihentikan.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 94 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di 105,33 dolar AS per barel pada pukul 07.28 GMT, sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS menguat 92 sen atau 0,9 persen menjadi diperdagangkan di 100,19 dolar AS per barel.

Kedua kontrak itu tergelincir satu dolar AS ketika pasar dibuka pada Senin, tetapi rebound setelah Iran menyalahkan Amerika Serikat karena menghentikan pembicaraan yang bertujuan menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 mereka, yang akan memungkinkan pencabutan sanksi terhadap pasokan minyak Iran.

Hal ini menambah kekhawatiran tentang pasokan yang ketat. Ekspor minyak mentah dan produk minyak Rusia telah terkena sanksi Barat dan keengganan pembeli setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Jerman mengatakan pada Ahad (3/4) bahwa Barat akan setuju untuk menjatuhkan lebih banyak sanksi terhadap Rusia dalam beberapa hari mendatang setelah Ukraina menuduh pasukan Rusia melakukan kejahatan perang di dekat Kyiv. Rusia telah menolak tuduhan kejahatan perang dalam apa yang disebutnya “operasi militer khusus” yang bertujuan untuk demiliterisasi Ukraina.

“Minyak telah merayap lebih tinggi hari ini karena Eropa mengisyaratkan bahwa mereka sedang mempersiapkan sanksi baru terhadap Rusia,” kata analis senior OANDA Jeffrey Halley.

Perkiraan kehilangan pasokan minyak Rusia berkisar antara 1 juta hingga 3 juta barel per hari (bph), semakin memperketat pasar global yang sudah bergulat dengan persediaan yang rendah.

“Stok yang dinormalisasi berada pada posisi terendah dalam sejarah dan defisit yang disesuaikan secara musiman tetap besar dan semakin buruk,” kata analis Goldman Sachs, menambahkan bahwa peningkatan besar dalam konsumsi bahan bakar jet diperkirakan terjadi musim panas ini dengan kembalinya perjalanan internasional.

Goldman Sachs menaikkan perkiraan harga minyak 2023 menjadi 115 dolar AS per barel dari 110 dolar AS per barel karena pasokan bahan bakar yang ketat dan permintaan yang kuat meskipun ada penguncian COVID-19 di China dan rekor rilis cadangan strategis oleh Amerika Serikat.

Harga minyak merosot sekitar 13 persen pekan lalu setelah Presiden AS Joe Biden mengumumkan bahwa hingga 1 juta barel per hari minyak akan dijual dari cadangan minyak strategis (SPR) AS selama enam bulan mulai Mei. Biden mengatakan rilis tersebut, yang ketiga dalam enam bulan, akan berfungsi sebagai jembatan sampai produsen dalam negeri dapat meningkatkan produksi dan menyeimbangkan penawaran dan permintaan.

Departemen Energi AS secara resmi menguraikan penjualan minyak dari cadangan darurat, sementara anggota Badan Energi Internasional (IEA) juga setuju untuk melepaskan lebih banyak minyak pada Jumat (1/4). IEA mengatakan volume akan diumumkan pekan ini.

Meskipun ada seruan dari Biden agar perusahaan-perusahaan energi AS meningkatkan produksi, pertumbuhan jumlah rig tetap lambat karena pengebor terus mengembalikan uang tunai kepada pemegang saham dari harga minyak mentah yang tinggi daripada meningkatkan produksi.

Selain itu, PBB telah menengahi gencatan senjata dua bulan antara koalisi yang dipimpin Arab Saudi dan kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran untuk pertama kalinya dalam konflik tujuh tahun. Fasilitas minyak Saudi telah diserang oleh Houthi selama konflik.

Di China, importir minyak utama dunia, kekhawatiran permintaan tetap ada setelah kota terpadatnya, Shanghai, memperpanjang penguncian COVID-19.

Kementerian transportasi China memperkirakan penurunan 20 persen dalam lalu lintas jalan dan penurunan 55 persen dalam penerbangan selama liburan Qingming tiga hari yang dimulai pada Ahad (3/4/2022) setelah meningkatnya kasus COVID-19 di negara itu.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan