Banner

Jakarta (Indonesia Window) – Lima organisasi profesi medis mencabut sejumlah obat-obatan antivirus dan terapi, termasuk plasma konvalesen dan Ivermectin, dari buku pedoman tata laksana edisi terbaru karena dianggap tidak bermanfaat untuk pemulihan pasien COVID-19.

“WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sudah umumkan beberapa obat yang tidak bermanfaat dan kami mengadopsi itu,” kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan Erlina pada konferensi pers Peluncuran Buku Pedoman Tata Laksana COVID-19 Edisi 4 di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, terapi dan obat-obatan antivirus yang dihapus dari buku pedoman tersebut, di antaranya plasma konvalesen, Ivermectin, Hidroksiklorokun, Azitromisin dan Oseltamivir.

Plasma konvalesen dan Ivermectin sebelumnya masuk dalam buku pedoman tata laksana COVID-19 edisi ke-3, meskipun dalam panduannya tidak pernah masuk sebagai opsi standar perawatan pasien COVID-19, melainkan opsi tambahan berdasarkan rekomendasi medis.

“Pada narasi buku edisi ke-3, Ivermectin masih dalam proses uji klinis, bukan dipakai untuk pelayanan biasa pada pasien,” terang Erlina.

Banner

Sementara obat antivirus Hidroksiklorokun, Azitromisin dan Oseltamivir telah dicabut dari buku pedoman edisi ke-3, yang berlaku setahun sebelumnya.

Dengan dihapusnya obat dan terapi tersebut dari buku pedoman, lanjut Erlina, maka tenaga medis dilarang menggunakannya saat merawat pasien COVID-19.

Sementara itu, buku pedoman Tata Laksana COVID-19 Edisi ke-4 disusun oleh lima organisasi profesi medis, di antaranya Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI), serta Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Selain memuat pembaruan seputar penggunaan obat-obatan bagi pasien COVID-19, buku pedoman edisi ke-4 ini juga mencantumkan pembaruan tentang definisi kasus probable varian Omicron berdasarkan PCR dengan S-Gene Target Failure (SGTF) dan kasus terkonfirmasi varian Omicron berdasarkan Whole Genome Sequencing (WGS).

Buku yang didistribusikan kepada tenaga kesehatan di seluruh rumah sakit di Indonesia itu juga memuat pembaruan tentang indikasi perawatan intensif ICU dan karakteristik pasien COVID 19 derajat kritis untuk memprediksi lebih dini potensi perburukan.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan