Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Misi diplomasi bukan monopoli para diplomat formal yang berdiri di lini pertama saat mewakili negara di panggung dunia.
Diplomasi juga punya jalan lain yang dikenal dengan second-track diplomacy atau diplomasi lini kedua yang bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk siswa Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT) Insantama, Bogor yang akan melakukan perjalanan ke Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA) selama delapan hari mulai 4 hingga 12 November 2019.
Menurut Direktur Kesiswaaan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Insantama, M. Karebet Widjajakusuma, perjalanan para siswa SMA ke dua negara tersebut merupakan bagian dari Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Tingkat Akhir (LKMA) yang wajib diikuti oleh seluruh siswa kelas 12.
“LKMA adalah bagian dari kegiatan belajar mengajar. Di dalamnya para siswa dilatih dalam hal kepemimpinan dan kemandirian, serta kepercayaan diri,” jelas dia.
Sejumlah persiapan telah dilakukan oleh para siswa dan guru pembina guna melancarkan perjalanan ke dua negara tersebut, diantaranya melatih fisik serta kemampuan untuk mencegah penyakit dan mengobati diri sendiri selama berada di luar negeri.
“Para siswa kami latih terapi self-healing agar mereka bisa mengatasi sendiri masalah kesehatan,” jelas Karebet, seraya menambahkan bahwa 97 siswa akan mengikuti program LKMA dengan tujuh guru pembimbing.
Selain itu, para siswa juga mendapatkan pandangan tentang perkembangan masyarakat dan dunia dari lembaga-lembaga pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat, serta media massa.
Misi
Program LKMA SMAIT Insantama telah berlangsung sejak 2012. Tahun ini Mesir dan Uni Emirat Arab menjadi tujuan kegiatan siswa tersebut.
“Selama di sana para siswa akan mengunjungi Kedutaan Besar RI di Kairo, Konsulat Jenderal RI di Dubai, perhimpunan pelajar Indonesia, Universitas Al-Azhar serta tempat-tempat bersejarah dan penting lainnya. Mereka juga akan menampilkan seni angklung dan tari Saman di depan masyarakat,” jelas Karebet.
Dalam presentasi tentang praperjalanan ke Mesir dan UEA, tiga perwakilan siswa peserta LKMA 2019 menjelaskan alasan dipilihnya Mesir dan UEA sebagai tujuan kegiatan mereka.
“Mesir memiliki peradaban tertua di dunia dan merupakan induk dari peradaban. Di sana ada kampus tertua, pusat ilmu pengetahuan, dan masyarakatnya dikenal gemar membaca,” terang Wildan Saputra, seraya menambahkan Mesir juga merupakan negeri para Nabi Allah ﷻ.
Sementara itu, UEA dipilih menjadi tujuan LKMA tahun karena memiliki kemajuan di beberapa bidang.
“UEA merupakan salah satu negara teraman di dunia dengan hampir 0 persen tingkat kriminalitas. Pengangguran di sana hanya 2,46 persen dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia. Dan, UEA adalah negera dengan lingkugan yang Islami,” jelas Abdullah Rumaropen, seorang perwakilan siswa lainnya.
Menurut para siswa, perjalanan mereka ke dua negara tersebut memiliki tujuan yang tidak hanya berguna bagi mereka sebagai pelajar, namun juga bagi masyarakat dan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengambil keputusan.
“Meskipun kami masih remaja, tapi kami peduli dengan kondisi bahwa Indonesia berada pada peringkat 91 sebagai negara yang terancam gagal. Kami akan melakukan studi selama di Mesir dan UEA, dan melakukan perbandingan dengan Indonesia,” terang peserta LKMA, Muhammad Afif.
Bentuk tanggungjawab para siswa SMAIT Insantama tersebut salah satunya tampak pada upaya mereka mengumpulkan dana perjalanan sebesar Rp1,8 miliar dalam waktu enam bulan.
Berjualan makanan, menawarkan jasa, mengajukan permohonan sponsorship dan donasi, serta menabung setiap bulan dari uang saku yang didapatkan dari orangtua adalah usaha para siswa untuk menjalankan misi mereka hingga ke Mesir dan Uni Emirat Arab.
Laporan: Redaksi