Jakarta (Indonesia Window) – Pesawat milik PT Dirgantara Indonesia CN235-200 FTB (Flying Test Bed) berhasil terbang dari Bandung ke Jakarta yang berjarak penerbangan garis lurus sejauh 23 mil (sekira 37 kilometer) dengan bahan bakar nabati bioavtur, bernama J2.4, pada Selasa.
Bioavtur J2.4 adalah hasil sinergi penelitian antara Pertamina Research and Technology Innovation (Pertamina RTI) dan Pusat Rekayasa Katalisis Institut Teknologi Bandung (PRK-ITB).
Penelitian yang dimulai pada 2012 tersebut bertujuan mengembangkan katalis ‘Merah Putih’ untuk mengonversi minyak inti sawit menjadi bahan baku bioavtur.
Selanjutnya, kerja sama pengembangan diperluas dengan menggandeng PT KPI (Kilang Pertamina Internasional) untuk melakukan uji produksi co-processing skala industri di Refinery Unit (RU) IV Cilacap guna mengolah campuran RBDPKO (Refined, Bleached, and Deodorized Palm Kernel Oil) dan kerosin menggunakan katalis Merah Putih.
Penelitian tersebut berhasil memproduksi bioavtur 2,4%-v yang disebut dengan J2.4.
Uji terbang pesawat dengan J2.4 dilakukan mulai 8 September hingga 6 Oktober 2021, termasuk untuk menguji in-flight engine restarting (menyalakan kembali mesin pesawat saat terbang).
Keberhasilan uji terbang CN235 menjadi tahap awal dalam meningkatkan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara guna menguatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Pengembangan dan uji coba bioavtur termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) Hilirisasi Industri Katalis dan Bahan Bakar Biohidrokarbon yang dikoordinasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Selain itu kegiatan tersebut juga masuk dalam etalase Prioritas Riset Nasional (PRN) Pengembangan Teknologi Produksi Bahan Bakar Nabati berbasis Minyak Sawit dan Inti Sawit, yang dikoordinasikan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, berharap penelitian dan pengembangan bioavtur akan terus dilakukan hingga menghasilkan produk J100 dan digunakan oleh seluruh maskapai Indonesia dan internasional.
Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2015 mengatur kewajiban pencampuran bahan bakar nabati dalam bahan bakar jenis avtur dengan persentase sebesar 3 persen pada tahun 2020, dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi bioavtur 5 persen.
Menteri Arifin mengharapkan dukungan semua pihak dalam tahapan uji berikutnya, termasuk menyusun peta jalan untuk komersialisasi.
Industri bahan bakar nabati untuk penerbangan dapat terwujud jika ada sinergi antara pemerintah sebagai regulator, lembaga-lembaga penelitian, produsen bioavtur, dan para operator penerbangan yang menggunakan aviation biofuel.
Laporan: Redaksi