Seperti sebagian besar masyarakat Asia lainnya, dalam kehidupan rumah tangga orang Indonesia ada pembatas yang sangat terang antara peran lelaki/suami/ayah dan perempuan/istri/ibu.
Mencari nafkah dan pekerjaan susah payah di luar rumah adalah tugas suami/ayah, sementara urusan dalam rumah mulai dari membersihkan, menyiapkan makanan hingga mengurus anak-anak, yang juga cukup menguras tenaga dan emosi, merupakan ‘ranah kekuasaan’ istri/ibu.
Namun, di era pandemik yang telah membuat masyarakat dunia terhimpit di segala sektor kehidupan, berbagi pekerjaan domestik antara suami/ayah dan istri/ibu semakin relevan.
Budaya baru work from home atau bekerja dari rumah yang dilakukan oleh sebagian suami/ayah selama masa pembatasan sosial membuat mereka lebih sering berada di rumah, sehingga banyak waktu untuk berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya, terutama istri/ibu dan anak-anak.
Selain itu, banyak keluarga yang memutuskan untuk tidak lagi menggunakan jasa asisten rumah tangga karena alasan ekonomi dan/atau menjaga jarak sosial dengan orang di luar rumah guna mencegah kemungkinan penyebaran virus corona.
Dua kondisi tersebut dan berbagai alasan lainnya membuat garis yang membatasi peran lelaki dan perempuan dalam rumah tangga ada kalanya terhapus dan samar ketika suami/ayah ‘mengintervensi’ tugas istri/ibu, dan sebaliknya.
Meskipun mengurus rumah pada dasarnya bukan ‘pekerjaan’ mereka, para suami/ayah mampu bersikap profesional saat menyelesaikan urusan domestik, seperti menyapu dan mengepel lantai, serta mencuci pakaian dengan mesin atau manual. Kualitas hasil pekerjaaan mereka bisa mendekati, atau bahkan ‘menyaingi’ yang dibuat oleh para istri/ibu.
Bahkan, pakaian seluruh anggota keluarga yang diseterika oleh suami/ayah sama apiknya dengan seterikaan istri/ibu, dan masakan para lelaki ini juga bisa selezat yang diolah oleh pasangan mereka.
Kehadiran suami/ayah dalam ruang domestik tentu akan disambut gembira oleh istri/ibu, karena pekerjaan rumah tangga akan semakin ringan.
Namun, karena secara alamiah pekerjaan rumah tangga adalah ‘dunia’-nya kaum perempuan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh suami/ayah dan istri/ibu agar kehadiran para lelaki di ruang domestik ini bisa menambah keharmonisan dalam keluarga.
Pertama, suami/ayah dan istri/ibu harus mendiskusikan tugas-tugas utama apa saja yang paling penting untuk diselesaikan dan dibagi di antara mereka atau anggota keluarga lainnya. Tentukan siapa yang lebih mampu mengerjakan pekerjaan tersebut.
Kedua, agar tidak ada tugas yang meleset, buatlah daftar pembagian tugas dan jadwal pengerjaannya. Misalnya menyapu, mengepel lantai dan membersihkan kamar mandi tiga kali sepekan, serta membeli galon air setiap akhir pekan adalah tugas suami/ayah.
Sementara mencuci dan menyeterika pakaian tiga kali sepekan, merapikan kamar tidur dan menyiapkan makanan setiap hari, serta mengurus keperluan anak-anak saat kepala keluarga bekerja di luar rumah adalah tanggung jawab istri/ibu.
Ketiga, evaluasi kembali pekerjaan yang telah dilakukan. Apabila semua pekerjaan bisa diselesaikan sesuai rencana, maka bisa sistem yang telah disepakati dan dijalankan dapat dilanjutkan.
Namun, jika dalam pelaksanaan ternyata masih banyak masalah, maka kedua pihak dan seluruh anggota keluarga harus mendiskusikannya kembali, lalu membangun sistem baru yang lebih baik guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Sekali lagi, karena pekerjaan rumah tangga sejatinya bukan fitrah (asli dan alamiah) para lelaki, maka istri/ibu harus bersikap fleksibel. Biarkan para suami/ayah melakukan pekerjaan domestik dengan caranya sendiri.
Hargai semangat dan ketulusan mereka dalam membantu pekerjaan rumah tangga, karena ini juga bentuk kerja keras para suami/ayah dalam memenuhi tanggung jawab sebagai pemimpin dalam keluarga.
Penulis: Dyah Alfi Filla