Banner

54 pakar bahas penanganan potensi konflik Laut China Selatan

Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK), Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Siswo Pramono pada lokakarya penanganan potensi konflik Laut Cina Selatan yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Pusat Studi Asia Tenggara di Batam, Kepulauan Riau pada 10-12 September 2019. (Kementerian Luar Negeri RI)

Jakarta (Indonesia Window) – Sebanyak 54 pakar dalam kapasitas pribadi dari Indonesia, China, Laos, Malaysia, Filipina, China-Taipei dan Vietnam membahas penanganan potensi konflik Laut China Selatan pada lokakarya yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri RI dan Pusat Studi Asia Tenggara.

Pernyataan dari Kemlu yang diterima di Jakarta, Rabu menyebutkan bahwa lokakarya ke-29 yang telah digelar sejak 1990 tersebut diselenggarakan di Batam, Kepulauan Riau pada 10-12 September 2019.

Lokakarya ini dibuka oleh Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI, Dr. Siswo Pramono.

“Keberadaan lokakarya ini, yang telah diselenggarakan selama hampir tiga dekade, merefleksikan komitmen Indonesia untuk terus terlibat aktif dan konstruktif dalam menjaga stabilitas kawasan,” jelas Siswo.

Lokakarya tersebut bertujuan membangun kerja sama yang lebih erat guna mendukung perdamaian, stabilitas dan kesejahteraan di kawasan Laut Cina Selatan.

Laut China Selatan tergolong rawan konflik, karena klaim tumpang tindih berbagai pihak.

Dialog yang dibangun dalam lokakarya itu mencakup potensi kerja sama dalam berbagai bidang. Hal-hal tersebut didiskusikan secara transparan sehingga lokakarya ini menjadi wahana perdamaian yang efektif.

Beberapa proyek penelitian yang diusulkan Indonesia dalam kegiatan itu, antara lain ekspedisi Anambas II yakni proyek penelitian untuk mengukur keanekaragaman hayati dan polusi di laut serta dampak kenaikan permukaan air laut di kawasan pantai.

Lokakarya ini dikelola oleh Indonesia selaku pihak yang tidak mengklaim dan mediator yang tidak memihak dalam sengketa Laut China Selatan.

Upaya tersebut merupakan one and a half track diplomacy (jalur diplomasi yang melibatkan pihak resmi dan tidak resmi guna menyelesaikan konflik) guna mendukung upaya perundingan pada first-track diplomacy (antarpemerintah).

Jalur diplomasi 1,5 dilakukan dengan membangun rasa saling percaya di antara pihak-pihak yang bersengketa.

Lokakarya tersebut juga dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, Lamidi serta perwakilan Pemerintah Kota Batam, Zarefriandi.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan