Banner

50 tahun lalu Muhammad Ali tunaikan haji

Muhammad Ali membungkuk untuk mencium Hajar Aswad saat menunaikan ibadah haji pada 1972. (Getty Images)

Di antara sejuta lebih Muslim dari seluruh penjuru dunia yang menunaikan ibadah haji tahun 1972, ada sesosok lelaki yang langsung dikenali oleh jamaah lainnya, meskipun dirinya juga dibalut kain ihram putih yang sama seperti semua pria yang menjalankan ritual Rukun Islam kelima tersebut. 

Dialah Muhammad Ali, juara tinju kelas berat dunia.

Seluruh pengalaman ibadah haji yang Muhammad Ali lakukan ke Tanah Suci diuraikannya dengan ungkapan elok yang kuat dengan rasa bahagia dan syukur.

“Saya memiliki banyak momen indah dalam hidup saya, tetapi perasaan yang saya miliki saat berdiri di Gunung Arafah pada hari haji adalah yang paling unik,” kata Muhammad Ali kepada surat kabar Saudi Al Madinah pada tahun 1989.

“Saya merasa dimuliakan oleh atmosfer spiritual yang tak terlukiskan saat lebih dari satu setengah juta jamaah memohon kepada Tuhan untuk mengampuni mereka atas dosa-dosa mereka dan menganugerahkan kepada mereka berkah-berkah pilihan-Nya,” tuturnya.

Banner
muhammad ali haji
Muhammad Ali menunaikan sholat di Masjidil Haram, Makkah saat menunaikan ibadah haji pada 1972. (Getty Images)

Gambar kartun

Terlahir dalam keluarga Kristen yang taat, Ali muda, yang dibaptis sebagai Cassius Marcellus Clay Jr., sangat dipengaruhi oleh ibunya, “Momma Bird” Odessa Clay yang secara teratur membawa putranya untuk beribadah di Gereja Baptis Misionaris Raja Solomon di Louisville, Kentucky.

Namun, pandangan agamanya mulai berubah saat remaja, akibat dari rasisme dan segregasi yang dia alami saat tumbuh besar di negara bagian AS bagian selatan.

Pada usia 16 tahun, Ali mulai menapaki jalan untuk memeluk Islam. Awalnya, dia terinspirasi oleh gambar kartun di sebuah surat kabar yang diterbitkan Nation of Islam, sebuah kelompok agama dan politik di AS. 

Gambar tersebut menunjukkan seorang budak Muslim kulit hitam dipukuli oleh seorang pengawas kulit putih karena keyakinannya.

Ali pernah menulis kepada istri keduanya, Khalilah, bahwa “hal yang membuat saya tertarik pada Islam adalah kartun”.

Banner

Kemarahan Ali terhadap masyarakat kulit putih di AS memuncak pada tahun 1960, ketika dia berusia 18 tahun. Saat itu, dia baru kembali dari Olimpiade di Roma, Italia setelah memenangkan medali emas untuk AS di cabang tinju divisi kelas berat ringan.

Sebagai pahlawan nasional, dia percaya dia akan diperlakukan berbeda. Namun, kenyataan menghantamnya dengan keras ketika dia ditolak dari sebuah restoran di Louisville karena berkulit hitam. Ali lalu melemparkan medalinya ke Sungai Ohio dengan rasa marah dan kecewa, mengatakan bertahun-tahun kemudian “saat itulah saya menjadi seorang Muslim”.

Setelah itu, Ali segera meninggalkan Kentucky, lalu pindah ke Miami untuk berlatih memperebutkan gelar pertamanya dan menunaikan sholat untuk pertama kalinya di Masjid Al Ansar di kota itu, yang dijalankan oleh Nation of Islam.

Keyakinannya pada Islam menjadi rahasia yang sangat dijaganya saat itu karena kekhawatiran hal ini bisa membuatnya kehilangan pertarungan gelar dengan Sonny Liston karena prasangka terhadap Muslim kulit hitam.

Di depan umum, Ali berbicara tentang beribadah ke gereja. Namun, menjelang pertarungan, pada Februari 1964, banyak yang mengatakan bahwa dia memanjatkan doa. Hanya segelintir orang yang tahu dia melakukannya sebagai seorang Muslim dan telah didampingi oleh pemimpin Muslim Amerika dan tokoh hak-hak sipil, Malcolm X.

Kekalahan Ali atas Liston mengguncang dunia tinju, begitu pula pernyataan publiknya sehari kemudian bahwa dia adalah seorang Muslim.

Banner

Menyusul pengakuannya tersebut, Ali menegaskan bahwa Cassius Clay adalah nama budak. Nama itu diambil dari nama ayahnya, yang dinamai menurut nama seorang anggota keluarga Clay kulit putih, seorang abolisionis yang berkomitmen dan penentang perbudakan pada abad ke-19.

Abolisionis adalah seseorang yang mendukung penghapusan praktik atau institusi, terutama hukuman mati atau perbudakan.

muhammad ali haji
Muhammad Ali membubuhkan tanda tangannya untuk seorang penggemar, bersama pemimpin hak-hak sipil AS Malcolm X (tengah). (Getty Images)

Nama Muhammad Ali adalah penghormatan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, menantu Nabi Muhammad ﷺ, sementara nama Muhammad adalah penghormatan kepada Elijah Muhammad, pemimpin Nation of Islam saat itu.

Selama era Perang Vietnam, antara 1964 dan 1973, militer AS merekrut 2,2 juta pria Amerika dari 27 juta orang yang memenuhi syarat.

Muhammad Ali termasuk seharusnya mengikuti wajib militer itu, tetapi menolak direkrut untuk berperang dalam Perang Vietnam dengan alasan agama. Akibatnya, Ali dicopot dari gelar kelas beratnya pada tahun 1967 dan diperingatkan bahwa dia bisa dipenjara.

Pada tahun 1971, Mahkamah Agung membatalkan putusan bahwa dia menghindari wajib militer.

Banner

Paspornya, yang dibekukan bersama dengan gelarnya, dikembalikan dan pada Januari 1972 Ali terbang ke Makkah untuk menunaikan haji. Selama berada di sana, dia juga bertemu dengan anggota keluarga Kerajaan Arab Saudi.

Ali mengatakan, pengalaman mengunjungi makam Nabi Muhammad ﷺ di Madinah memberinya keyakinan bahwa dia bisa mengalahkan Joe Frazier, yang telah mengalahkannya setahun sebelumnya.

Ali menang tipis melawan Frazier pada 1974 dan kemudian merebut kembali gelar dunianya dari George Foreman di Zaire.

Menjelang akhir hayatnya, dan menderita penyakit Parkinson, Ali mengungkapkan pada tahun 2004 bahwa dia tertarik pada tasawuf dan kemudian Islam Sunni-Sufi, serta menjadi semakin toleran terhadap semua agama.

“Sungai, kolam, danau, dan sungai – semuanya unik, tetapi semuanya mengandung air,” tuturnya.

Disunting dari artikel James Langton di https://www.thenationalnews.com/

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan