Teknologi analisa fingerprint menjadi solusi dalam menghadapi kelangkaan sumber minyak dan gas bumi (migas), serta turunnya tingkat produksi migas, dengan mengevaluasi molekul kimia yang terdapat di dalam ekstrak batuan dan minyak bumi.
Bogor, Jawa Barat (Indonesia Window) – Teknologi geokimia organik dalam industri perminyakan telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir ini, guna mengatasi kelangkaan sumber minyak dan gas bumi (migas) serta turunnya tingkat produksi migas.
Salah satu teknik yang digunakan dalam geokimia organik untuk mengevaluasi molekul kimia yang terdapat di dalam ekstrak batuan dan minyak bumi adalah analisis fingerprint atau sidikjari Gas Chromatography (GC) dan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS).
Analisis sidikjari biomarker (penanda biologis) minyak bumi secara historis telah digunakan untuk mengidentifikasi karakter dari suatu minyak bumi.
Di sektor hulu, teknologi analisa fingerprint migas yang dikembangkan LEMIGAS (Lembaga Minyak dan Gas Bumi) diharapkan dapat menjadi solusi dalam permasalahan migas.
“LEMIGAS akan terus mengembangkan teknologi yang mendukung kegiatan migas dari sektor hulu hingga hilir,” kata Kepala Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Kementerian ESDM, Ariana Soemanto, di Jakarta, Jumat (2/12).
Sementara itu, Koodinator Pengujian Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi, Junita Trivianty menambahkan, “Teknologi analisa fingerprint yang ada di laboratorium geokimia LEMIGAS di dukung dengan perlengkapan laboratorium berteknologi tinggi dan tenaga analis yang berkompeten, sehingga mampu memberikan hasil analisis yang akurat terhadap umur batuan sumber untuk dapat menentukan jejak minyak bumi.”
Secara ilmiah, biomarker merupakan molecular fossil yang kompleks, terdiri dari karbon, hidrogen dan elemen lainnya yang diturunkan dari suatu organisme hidup. Selama proses evolusi, senyawa biomarker tidak mengalami perubahan struktur dari molekul organik induknya yang berasal dari organisme hidup, kecuali hanya sedikit.
Dalam kegiatan eksplorasi migas, senyawa biomarker sering digunakan dalam studi korelasi antara dua minyak bumi atau minyak bumi dan batuan induknya.
Biomarker dapat diukur dalam minyak maupun batuan sedimen sehingga dapat memberikan informasi tentang senyawa organik yang ada dalam batuan induk, kondisi lingkungan saat terjadinya pengendapan, kematangan termal dari batuan atau minyak, tingkat biodegradasi, dan untuk menentukan umur relatif batuan sumber, misalnya batuan sumber Pratersier atau Tersier.
Analisis sidikjari biomarker juga dapat digunakan untuk studi geokimia forensik pencemaran minyak bumi di lingkungan dengan mengidentifikasi sidikjari biomarka sampel tumpahan minyak dan membandingkannya dengan sidikjari biomarka sampel minyak yang dianggap sebagai sumber pencemar.
Beberapa contoh kasus analisis sidikjari biomarker untuk kasus pencemaran yang pernah dilakukan oleh LEMIGAS adalah pencemaran minyak dari Sumur Montara di Laut Timor, pencemaran di Pulau Bintan, pencemaran di perairan Cilacap (Jawa Tengah), dan pencemaran minyak di Kepulauan Seribu.
Laporan: Redaksi