Opini – Sistem noken dan peran kepala suku di Papua

Kepala Suku Besar Wilayah Meepago Provinsi Papua Tengah, Melkias Keiya, SH., Mc. (Foto: Dok. pribadi)

Oleh Melkias Keiya, SH., Mc

Sistem noken berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tidak secara eksplisit menyebutkan sistem noken, namun UUD itu mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk hak untuk menjalankan tradisi budaya mereka.

Jakarta (Indonesia Window) – Selaku Kepala Suku Besar Wilayah Meepago, Provinsi Papua Tengah, saya memiliki pandangan mengenai bagaimana sistem noken diatur dan diakui dalam berbagai dasar hukum di Indonesia.

Selain itu saya menyoroti peran kepala suku dalam pengusulan calon pasangan kepala daerah melalui sistem noken di Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan.

Pertama, sistem noken berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tidak secara eksplisit menyebutkan sistem noken, namun UUD itu mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat, termasuk hak untuk menjalankan tradisi budaya mereka.

Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Dalam konteks ini, sistem tersebut dapat dianggap sebagai bagian dari penghormatan terhadap keanekaragaman budaya dan tradisi lokal yang berlaku di Papua.

Kedua, sistem tersebut berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001. Undang-Undang tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua ini memberikan wewenang khusus kepada Papua untuk mengatur urusan mereka sendiri, termasuk dalam hal pemilihan umum.

Undang-undang ini mengakui adat dan tradisi sebagai bagian dari pelaksanaan otonomi daerah yang memungkinkan adanya penggunaan sistem noken dalam proses pemilihan umum di Papua.

Sistem noken diakui sebagai mekanisme lokal yang sah dan mencerminkan kearifan lokal dalam menyelenggarakan pemilu di wilayah yang memiliki kondisi geografis dan budaya yang unik.

Ketiga, sistem noken berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK dalam Putusan Nomor 47-48/PHPU.A-VI/2009 mengesahkan sistem noken sebagai metode pemilihan yang sah di Papua.

MK mengakui bahwa sistem tersebut adalah bagian dari tradisi dan kearifan lokal yang harus dihormati dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, khususnya di wilayah Papua.

Putusan ini menekankan bahwa selama sistem ini dijalankan dengan prinsip-prinsip kejujuran, transparansi, dan konsensus masyarakat adat, maka sistem noken sah digunakan dalam pemilihan umum.

Kempat, sistem noken berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). PKPU memberikan panduan bagi pelaksanaan pemilu di seluruh Indonesia, termasuk di Papua.

Meskipun PKPU tidak secara rinci mengatur sistem tersebut, peraturan itu memberikan fleksibilitas bagi daerah dengan kondisi khusus untuk mengadopsi metode pemilihan yang sesuai dengan keadaan lokal.

Sistem tersebut diakomodasi dalam regulasi Pemilu sebagai bagian dari pendekatan yang menghargai kearifan lokal dan kondisi geografis Papua.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, layakkah kepala suku mengusulkan calon pasangan kepala daerah lewat sistem itu di Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan?

Dalam konteks tradisi dan adat di Papua, kepala suku memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam pemilihan seorang pemimpin.

Sistem tersebut yang mencerminkan keputusan kolektif dari masyarakat adat memungkinkan kepala suku untuk memainkan peran yang signifikan dalam mengusulkan calon pasangan kepala daerah.

Meskipun sistem tersebut lebih dikenal dalam konteks pemungutan suara, pengaruh dan legitimasi kepala suku dalam proses politik di Papua seringkali diperhitungkan dalam pengusulan calon pasangan kepala daerah.

Secara formal, pengusulan calon pasangan kepala daerah harus melalui mekanisme yang diatur dalam undang-undang, seperti dukungan partai politik atau koalisi partai politik.

Namun, dalam praktiknya, dukungan kepala suku yang menggunakan sistem tersebut dapat memberikan legitimasi dan dukungan moral yang kuat bagi pasangan calon yang diusulkan.

Oleh karena itu, meskipun tidak secara langsung diatur oleh undang-undang, peran kepala suku dalam mengusulkan calon pasangan kepala daerah melalui sistem tersebut dianggap layak dan penting dalam konteks sosial-budaya Papua.

Melalui penjelasan ini, saya menegaskan bahwa sistem noken bukan sekadar tradisi, tetapi juga sebuah mekanisme demokrasi lokal yang diakui dan dihormati dalam kerangka sistem hukum Indonesia, terutama di Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan.

Laporan: Redaksi

Melkias Keiya, SH., Mc adalah Kepala Suku Besar Wilayah Meepago Provinsi Papua Tengah.

Tinggalkan Komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan