Banner

Feature – Antarmuka otak-tulang belakang beri harapan baru bagi pasien yang alami kelumpuhan

Seorang pasien yang telah menjalani operasi dengan teknologi inovatif ‘antarmuka otak-tulang belakang’ berpose untuk foto bersama dengan tim peneliti dari Universitas Fudan dan tim klinis dari Rumah Sakit Zhongshan yang terafiliasi dengan Universitas Fudan di Shanghai, China timur, pada 22 Januari 2025. (Xinhua/Universitas Fudan)

Sistem antarmuka otak-tulang belakang bekerja dengan menangkap sinyal-sinyal motorik dari pusat gerakan otak, mendekode (decoding) sinyal-sinyal itu melalui algoritma canggih, dan mengirimkan denyut listrik yang disesuaikan ke saraf tulang belakang di bawah area cedera, sehingga secara efektif mengarahkan kembali perintah gerakan di sekitar area yang terluka.

 

Shanghai, China (Xinhua/Indonesia Window) – Bagi banyak orang, berjalan adalah kegiatan sehari-hari dan sederhana, tetapi bagi mereka yang hidup dengan cedera tulang belakang, berjalan masih menjadi impian yang jauh dan sering kali tidak dapat diraih.

Namun, empat pasien di China telah mengambil langkah yang mengubah hidup mereka untuk mendapatkan kembali kemampuan ini setelah mereka menjalani operasi yang menggunakan teknologi inovatif ‘antarmuka otak-tulang belakang’ (brain-spinal interface) di Shanghai.

Terobosan ini bergantung pada sistem antarmuka otak-tulang belakang ‘triple-integrated’ yang diciptakan oleh tim Jia Fumin dari Institut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Kecerdasan yang Diilhami Otak (Institute of Science and Technology for Brain-Inspired Intelligence) di Universitas Fudan.

Sistem antarmuka otak-tulang belakang mereka bekerja dengan menangkap sinyal-sinyal motorik dari pusat gerakan otak, mendekode (decoding) sinyal-sinyal itu melalui algoritma canggih, dan mengirimkan denyut listrik yang disesuaikan ke saraf tulang belakang di bawah area cedera, sehingga secara efektif mengarahkan kembali perintah gerakan di sekitar area yang terluka.

Banner

Berbeda dengan perangkat bantu eksternal, sistem ini menciptakan ‘jalan pintas neural’ internal, yang memungkinkan pasien mengendalikan anggota tubuh mereka secara alami.

Bagi pasien seperti Lin, seorang pria berusia 30-an yang mengalami perubahan besar dalam hidupnya setelah jatuh dua tahun lalu dan membuatnya bergantung pada kursi roda, hasilnya sangat luar biasa.

Perjalanan Lin dimulai pada Oktober 2024 ketika dia menjadi sukarelawan untuk uji coba klinis setelah melihat pengumuman rekrutmen di halaman media sosial resmi Universitas Fudan. Operasinya, yang dilakukan pada 8 Januari di Rumah Sakit Zhongshan yang terafiliasi dengan Universitas Fudan, melibatkan implan minimal invasif, yakni dua elektrode dengan diameter 1 mm yang ditempatkan di korteks motorik otaknya dan sebuah cip stimulator di tulang belakang.

Perkembangannya sangat cepat. Pada hari ketiga, dia sudah bisa menggerakkan kedua kakinya menggunakan sinyal otak. Dalam dua pekan, dia bisa mengangkat kaki kanannya cukup tinggi untuk melangkahi rintangan yang bergerak. Pada hari ke-15, dia berhasil berjalan lebih dari lima meter menggunakan sebuah rangka berdiri yang dilengkapi dengan dukungan suspensi.

“Dulu saya menangis setiap hari,” ujar Lin. “Sekarang, saya bisa berjalan lagi. Saya sangat berterima kasih atas upaya semua anggota tim penelitian.”

Terobosan serupa terjadi pada dua pasien lainnya yang mendapatkan kembali gerakan kaki dalam hitungan jam setelah operasi mereka pada Februari. Yang menarik, keduanya menunjukkan kemampuan mengangkat kaki secara leluasa hanya satu hari setelah operasi mereka.

Banner

Sementara sebuah studi dari Swiss pada 2023 yang diterbitkan di jurnal Nature menunjukkan prinsip serupa, pendekatan Universitas Fudan menunjukkan keunggulan tersendiri. Metode Swiss tersebut memerlukan prosedur medis invasif berupa dua operasi kraniotomi (yang meninggalkan bukaan sebesar telapak tangan pada area kepala) dan operasi bertahap selama dua tahun, yang meningkatkan risiko infeksi.

Sebaliknya, tim Jia dapat menyelesaikan prosedur otak dan tulang belakang dalam satu sesi yang berlangsung selama empat jam menggunakan teknik yang sangat minim invasif. Mereka mengintegrasikan berbagai komponen ke dalam perangkat otak miniatur, yang meningkatkan stabilitas sinyal sekaligus mengurangi trauma bedah.

Yang lebih menjanjikan adalah tanda-tanda regenerasi saraf. Sementara tim Swiss mengamati perbaikan saraf setelah enam bulan, Lin menunjukkan tanda-tanda awal hanya dalam dua pekan.

“Seolah-olah saraf yang tidak aktif ‘terbangun’ begitu koneksi otak-tulang belakang dipulihkan,” papar Dr. Ding Jing, selaku direktur departemen neurologi di Rumah Sakit Zhongshan.

Pemeriksaan lanjutan menunjukkan adanya perbaikan lebih lanjut seperti sensasi yang dirasakan oleh Lin perlahan kembali di kakinya, bersama dengan kontraksi otot dan kembalinya kendali fungsi tubuh.

Teknologi baru ini dapat membantu lebih banyak orang membangkitkan kembali harapan untuk hidup, mengingat China saat ini memiliki 3,74 juta pasien cedera tulang belakang, dengan 90.000 kasus baru terjadi setiap tahun.

Banner

Terlepas dari prospeknya, penerapan teknologi ini menghadapi sejumlah rintangan, termasuk elektrode implan yang langka dan kompleksitas dalam decoding sinyal motorik yang beragam. “Mencapai decoding yang akurat dan real-time masih menjadi tantangan terbesar kami,” kata Jia.

Selain itu, sistem tersebut saat ini terbatas untuk orang dewasa yang mampu menjalani rehabilitasi pascaoperasi intensif, yang memerlukan 5 hingga 7 jam terapi setiap hari.

Berkolaborasi dengan sejumlah rumah sakit seperti Zhongshan dan Huashan, tim Jia bertujuan menyempurnakan algoritma, mengumpulkan lebih banyak data klinis, dan mempersiapkan uji coba regulasi. Mereka juga akan mengembangkan perangkat neuroregulasi yang dapat dikenakan (wearable) untuk kasus yang lebih ringan dan sistem pemantauan gerakan multimodal di masa depan.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan