Banner

Semakin banyak fasilitas pemurnian logam di bawah UU Minerba

Ilustrasi kegiatan pertambangan. (Photo by Dominik Vanyi on Unsplash)

Jakarta (Indonesia Window) – Pengelolaan pertambangan di tanah air secara formal dan legal dimulai pada 1967 dengan diterbitkannya Undang Undang No. 11 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.

Selama 42 tahun UU tersebut mengatur investasi kegiatan pertambangan, termasuk mengolah dan memurnikan logam seperti yang dilakukan oleh PT Inco, PT Freeport Indonesia, dan PT Kobatin, PT Timah, PT Antam dan Kontrak Karya lainnya.

Selama kurun waktu tersebut, sumber daya logam Indonesia terus ditambang, namun nilainya tak lebih dari bahan tambang karena belum melalui proses pemurnian lebih lanjut.

Minerba

Maka, terbitlah UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang mewajibkan perusahaan pertambangan untuk meningkatkan nilai tambah mineral yang dieksploitasinya, serta tidak mengekspor mineral yang belum diolah dan dimurnikan di dalam negeri.

Banner

Empat tahun sejak UU tersebut diberlakukan, beleid tersebut digugat di Mahkamah Konstitusi dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Namun, demi mencapi kesejahteraan rakyat sesuai amanat konstitusi, kewajiban Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan yang tercantum dalam UU Minerba tetap berlaku.

Sejak diselesaikannya ketentuan turunan pada 2012, UU Minerba telah mendorong berdirinya fasilitas pengolahan dan pemurnian logam. Bahkan, dalam lima tahun terakhir, Indonesia telah menjadi pemain utama dalam industri pengolahan nikel dengan adanya fasilitas tersebut.

Pada 2012 Indonesia hanya mempunyai tiga fasilitas pemurnian logam (smelter), yaitu satu untuk tembaga dan dua fasilitas untuk nikel.

Enam tahun kemudian, 16 smelter beroperasi, dan pada 2020, 25 fasilitas pemurnian diharapkan telah berdiri.

Pada 2022, Indonesia diharapkan memiliki empat smelter tembaga, 41 smelter nikel, 11 smelter bauksit, sehingga jumlah total fasilitas pemurnian logam akan mencapai 68 unit.

Banner

Sejak smelter nikel beroperasi, 25 juta ton bijih nikel telah diolah di dalam negeri dan menghasilkan tiga juta ton FeNi (feronikel) atau NPI (nickel pig iron) dengan kadar nikel 10 persen atau setara 319.200 ton logam nikel di Indonesia.

Laporan: Redaksi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan