Banner

Sekjen PBB sesalkan minimnya kemajuan dalam agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menghadiri Pertemuan Organisasi Kerja Sama Shanghai (Shanghai Cooperation Organization/SCO) Plus di Tianjin, China utara, pada 1 September 2025. (Xinhua/Ding Haitao)

Resolusi Dewan Keamanan 1325 tentang agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan justru mengalami kemunduran.

 

PBB (Xinhua/Indonesia Window) – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres pada Senin (6/10) menyesalkan minimnya kemajuan dalam agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan.

“Terlalu sering, kita berkumpul di ruangan seperti ini, penuh keyakinan dan komitmen, tetapi gagal mewujudkan perubahan nyata dalam kehidupan perempuan dan anak perempuan yang terjebak dalam konflik,” katanya dalam debat terbuka tahunan Dewan Keamanan PBB tentang perempuan, perdamaian, dan keamanan.

“Kita berbicara soal inklusi, namun perempuan masih sangat sering absen dari meja perundingan. Kita berbicara tentang perlindungan, namun kekerasan seksual masih terus terjadi tanpa hukuman. Kita berbicara soal kepemimpinan, namun pembangun perdamaian perempuan kurang didanai, terancam, dan kurang diakui,” katanya. “Dan kita semua merugi, baik wanita maupun pria, anak perempuan maupun anak laki-laki.”

Dua puluh lima tahun sejak Resolusi Dewan Keamanan 1325 tentang agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan diadopsi, kemajuan yang dicapai masih rapuh dan, yang sangat mengkhawatirkan, justru mengalami kemunduran, ujarnya memperingatkan.

Banner

Di seluruh dunia, terdapat tren yang mengkhawatirkan dalam belanja militer, lebih banyak konflik bersenjata, dan kekerasan brutal terhadap perempuan dan anak perempuan yang semakin mengerikan, katanya.

Tahun lalu, sebanyak 676 juta perempuan tinggal dalam radius 50 kilometer dari peristiwa konflik mematikan, angka tertinggi dalam beberapa dekade. Kekerasan seksual melonjak, dengan insiden yang tercatat terhadap anak perempuan meningkat 35 persen. Di beberapa tempat, secara mengkhawatirkan, anak perempuan mencakup hampir setengah dari semua korban. Angka kematian ibu meningkat di zona krisis. Anak perempuan dikeluarkan dari sekolah. Perempuan dalam kehidupan publik, seperti politisi, jurnalis, pembela hak asasi manusia, menjadi sasaran kekerasan dan pelecehan, ungkapnya.

Meski organisasi perempuan masih menjadi penyelamat bagi jutaan orang dalam krisis, mereka kekurangan sumber daya. Dalam survei yang dilakukan oleh UN Women beberapa bulan lalu, 90 persen kelompok yang dipimpin oleh perempuan lokal di daerah konflik melaporkan kesulitan keuangan. Hampir separuh dari kelompok-kelompok diperkirakan akan tutup dalam enam bulan ke depan, kata Guterres.

Agenda perempuan, perdamaian, dan keamanan harus menghasilkan perubahan yang terukur: lebih banyak perempuan yang terlibat dalam perjanjian perdamaian, reformasi keamanan, dan rencana pemulihan; lebih banyak penyintas yang dapat mengakses layanan dan keadilan; serta lebih banyak komunitas yang memanfaatkan vitalitas dan kekuatan dari seluruh masyarakatnya, paparnya.

Resolusi 1325 jelas: perempuan adalah pemimpin perdamaian untuk semua. Dunia tidak membutuhkan lebih banyak pengingat akan kebenaran itu, yang dibutuhkan adalah lebih banyak hasil yang mencerminkannya,” tutur Guterres.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan