Pembangunan manusia adalah tentang memperluas peluang dan pilihan bagi masyarakat, meningkatkan kesejahteraan mereka, serta menjaga kehidupan generasi mendatang.
Beijing, China (Xinhua) – China telah dan akan terus menjadi pemain kunci dalam memajukan pembangunan manusia dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDG), demikian disampaikan para cendekiawan dalam sebuah forum pada Senin (13/11).
Selama 40 tahun terakhir, China telah memberikan kontribusi hampir tiga perempat dari pengurangan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem secara global, yang tanpa hal tersebut Tujuan Pembangunan Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang pertama tidak akan berhasil dicapai, ujar Peng Gang, Wakil Rektor Universitas Tsinghua, dalam forum yang diselenggarakan bersama oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dan Institut Perencanaan Pembangunan China di Universitas Tsinghua.
China menjadi negara pertama yang keluar dari kategori pembangunan manusia rendah dan masuk ke kategori pembangunan manusia tinggi sejak UNDP mulai menerbitkan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) pada 1990. HDI China mencapai 0,768 pada 2021, menurut Yang Yongheng, wakil dekan institut tersebut.
China juga menjadi salah satu dari segelintir negara yang mencatatkan peningkatan HDI selama pandemik COVID-19. Sebaliknya, pada 2021, 156 dari 196 negara dan kawasan justru mengalami penurunan HDI dibandingkan dengan level sebelum pandemik, tutur Yang.
Kanni Wignaraja, Direktur Biro Regional UNDP untuk kawasan Asia dan Pasifik, menuturkan bahwa pembangunan manusia adalah tentang memperluas peluang dan pilihan bagi masyarakat, meningkatkan kesejahteraan mereka, serta menjaga kehidupan generasi mendatang. “Hal ini di antaranya berarti mengatasi perubahan iklim dan mempercepat transisi energi yang adil.”
China telah membuat komitmen penting mengenai hal ini, yang ditunjukkan melalui target karbon gandanya untuk mencapai puncak emisi sebelum 2030 dan mencapai netralitas karbon sebelum 2060, ungkap Wignaraja.
“Jika upaya-upaya ini dipertahankan dan dipercepat, serta dilakukan secara inklusif, transisi hijau dapat menghasilkan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang signifikan,” imbuhnya.
Meski demikian, China juga dihadapkan pada beberapa tantangan dalam memajukan pembangunan manusia, seperti melambatnya pertumbuhan pendapatan, pembangunan regional yang tidak seimbang, dan tingkat pendidikan masyarakat yang tidak memadai, dan untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya bersama dari semua pihak, menurut Yang.
“Kesenjangan struktural antara daerah pedesaan dan perkotaan masih menjadi tantangan utama dalam pembangunan di kawasan Asia-Pasifik yang mencatatkan urbanisasi yang pesat. Hal ini juga terjadi di China,” ujar Wignaraja.
Dengan berinvestasi pada inisiatif-inisiatif yang mendorong transformasi hijau dan transformasi digital di bidang pertanian, serta meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan, “China dapat membuka potensi pasar pedesaan yang sebelumnya tidak dimanfaatkan,” kata Wignaraja.
Para peserta forum juga mendiskusikan Laporan Pembangunan Manusia Regional (Regional Human Development Report) 2024 yang dirilis oleh UNDP pada pekan lalu.
Laporan itu menyebutkan bahwa kawasan Asia-Pasifik berpotensi menghadapi masa depan yang lebih bergejolak seiring lanskap pembangunannya terus dipengaruhi oleh berbagai risiko yang saling terkait, seperti perubahan iklim, pandemi, dan populasi yang menua.
Negara-negara di kawasan ini harus memprioritaskan kebutuhan masyarakat, memperluas peluang bagi semua, mendorong mesin pertumbuhan baru, dan meningkatkan tata kelola pemerintahan sebagai upaya untuk memajukan pembangunan manusia dan membangun resiliensi serta keberlanjutan bagi masa depan, kata para peserta forum tersebut.
Laporan: Redaksi