Banner

Ratusan demonstran di Tunisia protes kemiskinan dan pemerintahan korup

Kemarahan massa di Tunisia memuncak karena melonjaknya pengangguran dan kekecewaan terhadap pejabat yang dituduh gagal mewujudkan pemerintahan yang baik, setelah satu dekade revolusi 2011 yang menggulingkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali. (Mourad El Mekki from Pixabay)

Jakarta (Indonesia Window) – Ratusan demonstran turun ke jalan di Kota Tunis pada Sabtu (23/1) untuk memprotes penindasan polisi, korupsi dan kemiskinan, menyusul beberapa malam kerusuhan yang ditandai dengan bentrokan dan penangkapan, menurut laporan Arab News.

Pemerintah Tunisia pada Sabtu memperpanjang jam malam mulai pukul 18.00 hingga 05.00 dan melarang pertemuan hingga 14 Februari.

Tetapi pengunjuk rasa turun ke jalan di beberapa bagian negara itu, termasuk ibu kota Tunis dan wilayah pedalaman Gafsa yang terpinggirkan, untuk menuntut pembebasan ratusan pemuda yang ditahan selama beberapa malam sejak kerusuhan 14 Januari. Protes juga diadakan di kota pesisir Sfax pada Jumat (22/1).

Kemarahan memuncak karena melonjaknya pengangguran dan kekecewaan terhadap pejabat yang dituduh gagal mewujudkan pemerintahan yang baik, setelah satu dekade revolusi 2011 yang menggulingkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali.

Kesengsaraan ekonomi yang diperburuk oleh pembatasan akibat pandemik virus corona baru di negara yang bergantung pada pariwisata itu telah mendorong semakin banyak orang Tunisia untuk berupaya meninggalkan negara di Afrika Utara ini.

Banner

“Situasinya sangat parah,” kata Omar Jawadi, seorang manajer penjualan hotel, yang hanya dibayar setengah gajinya selama berbulan-bulan. “Politisi korup, kami ingin mengubah pemerintah dan sistem,” tambahnya.

Polisi mengatakan lebih dari 700 orang ditangkap selama beberapa malam sejak kerusuhan awal pekan ini.

Saat itu, para pemuda melemparkan batu dan bom bensin ke pasukan keamanan, yang membalas dengan gas air mata dan meriam air.

“Kaum muda hidup dari hari ke hari, kami tidak lagi memiliki harapan, baik untuk bekerja maupun belajar, dan mereka menyebut kami pembuat onar!” kata pekerja call center Amine, yang memiliki gelar di bidang teknik kedirgantaraan.

“Kita harus mendengarkan anak muda, bukan mengirim ribuan polisi. Seluruh sistem korup, beberapa keluarga dan pendukung mereka mengontrol kekayaan Tunisia,” ujarnya.

Pekan lalu Tunisia memperingati satu dekade sejak Ben Ali meninggalkan negara itu di tengah protes massal, mengakhiri 23 tahun kekuasaannya.

Banner

Kepemimpinan politik Tunisia terpecah, dengan Perdana Menteri Hichem Mechichi menunggu parlemen untuk menyetujui perombakan kabinet besar yang diumumkan Sabtu lalu.

Laporan: Raihana Radhwa

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan