Jakarta (Indonesia Window) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio investor saham syariah hingga akhir Mei 2021 baru mencapai 97.759 investor atau 4,1 persen dari total 2,4 juta investor saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Salah satu penyebab kecilnya jumlah investor di produk-produk keuangan syariah, termasuk saham syariah, adalah rendahnya literasi dan inklusi keuangan syariah di Tanah Air, menurut Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito dalam sebuah diskusi daring di Jakarta, Jumat (25/6).
Survei Nasional Literasi Keuangan tahun 2019 yang dilakukan oleh OJK menunjukkan literasi dan inklusi keuangan syariah masing-masing baru mencapai 8,93 persen dan 9,1 persen. Sementara literasi dan inklusi keuangan konvensional telah mencapai masing-masing 38,03 persen dan 76,19 persen.
“Jadi yang paham tentang lembaga keuangan syariah hanya 8,93 persen, sementara yang masuk (ke lembaga keuangan syariah) 9,1 persen,” kata Sarjito.
Dia menerangkan, di dalam sistem keuangan syariah ada berbagai macam istilah spesifik seperti mudharobah (kerja sama bagi hasil), wakalah (mewakilkan usaha) dan lain-lain.
Istilah-istilah tersebut, menurut Sarjito, membuat masyarakat awam bingung.
“Itulah kebiasaan kita, tidak mau mempelajari detil apa sebenarnya. Ini bukan soal berbahasa Arab, tapi bagaimana kita memahami makna dari perjanjian, makna dari akad-akad syariah, agar kita paham,” ujar Sarjito, seraya menambahkan bahwa jika masyarakat mempelajari sistem keuangan syariah dengan bersungguh-sungguh, maka manfaatnya akan lebih besar.
Sarjito melanjutkan, tantangan pengembangan industri keuangan syariah lainnya adalah diversifikasi modal bisnis atau produk syariah yang relatif masih terbatas.
“Produknya juga belum begitu banyak. Harusnya produknya banyak, agar demand (permintaan) juga makin banyak,” kata Sarjito.
Selain itu, pangsa pasar keuangan syariah masih relatif rendah, yaitu 9,96 persen, dibandingkan konvensional, dan sumber daya manusia untuk pengembangan keuangan syariah juga belum optimal.
Lemahnya pelayanan berbasis digital karena belum mampu mengembangkan infrastruktur juga menjadi tantangan dalam pengembangan keuangan syariah.
Sementara itu, tingkat permodalan relatif masih relatif terbatas. Enam dari 14 bank syariah di Indonesia memiliki modal inti di bawah 2 triliun rupiah.
Laporan: Redaksi