Raja Yordania Abdullah II menyuarakan penolakan negaranya terhadap pemindahan paksa warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza, yang menurutnya jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.
Amman, Yordania (Xinhua) – Raja Yordania Abdullah II pada Ahad (7/1) menegaskan bahwa negaranya menolak upaya apa pun untuk memisahkan Jalur Gaza dari Tepi Barat, dan memperingatkan tentang konsekuensi buruk dari berlanjutnya serangan Israel ke Gaza.
Pernyataan tersebut disampaikan Raja Abdullah II dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken di Amman, di mana dia juga menekankan perlunya mengakhiri krisis kemanusiaan yang tragis di wilayah tersebut, menurut pernyataan Royal Hashemite Court.
Raja Abdullah menggarisbawahi peran penting AS dalam mendorong gencatan senjata segera di Gaza dan melindungi warga sipil, serta menjamin kelancaran pengiriman bantuan kemanusiaan dan bantuan lainnya yang memadai ke wilayah tersebut, demikian menurut pernyataan itu.
Pemimpin Yordania itu juga menyuarakan penolakan Yordania terhadap pemindahan paksa warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza, yang menurutnya jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum internasional.
Pemimpin itu juga menyerukan agar warga Gaza dapat segera kembali ke rumah mereka.
Dalam pertemuan itu, Raja Abdullah mengatakan tidak akan pernah ada stabilitas di kawasan tersebut tanpa adanya solusi yang adil untuk masalah Palestina dan perdamaian yang komprehensif dan adil berdasarkan solusi dua negara.
Dirinya lebih lanjut menambahkan bahwa aksi kekerasan para pemukim ekstremis terhadap warga Palestina dan segala bentuk pelanggaran terhadap tempat-tempat suci umat Islam dan Kristen di Yerusalem harus sepenuhnya ditolak dan dilawan sebelum memicu konflik di kawasan tersebut.
Pada Ahad yang sama, Menlu Yordania Ayman Safadi mengadakan pembicaraan dengan Blinken, di mana dirinya menekankan pentingnya mencapai gencatan senjata yang bersifat segera dan permanen demi mengakhiri agresi Israel dan pembantaian, kehancuran, serta bencana kemanusiaan yang diakibatkannya, demikian bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Yordania.
Menteri Yordania itu menekankan perlunya menyalurkan bantuan kemanusiaan dan medis secara segera, komprehensif, dan berkelanjutan ke seluruh wilayah Gaza, yang menghadapi bencana kemanusiaan akibat agresi Israel yang terus berlanjut dan kurangnya bantuan yang masuk ke wilayah tersebut.
Safadi memperingatkan konsekuensi dari agresi yang terus berlanjut dan pelanggaran Israel terhadap hukum internasional serta hukum humaniter, juga eskalasi Israel yang berbahaya di Tepi Barat. Dia menekankan pentingnya bagi Israel untuk segera menghentikan semua tindakan ilegal dan provokatif yang mengarah pada eskalasi konflik di Tepi Barat, kata pernyataan tersebut.
Dalam pertemuan itu, kedua menlu sepakat mengenai perlunya memberikan bantuan yang memadai ke Gaza, menolak pengusiran warga Palestina di dalam maupun di luar Jalur Gaza. Mereka juga menyoroti pentingnya memungkinkan warga Gaza yang mengungsi dari wilayah utara untuk kembali ke rumah dan daerah asal mereka, tambah pernyataan itu.
Safadi juga menekankan bahwa proposal apa pun di masa depan yang berusaha melanggengkan pemisahan Gaza dari Tepi Barat hanya akan sia-sia tanpa adanya rencana komprehensif yang memenuhi hak rakyat Palestina untuk merdeka dan mendirikan sebuah negara merdeka serta berdaulat sepanjang perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, yang didasarkan pada solusi dua negara.
Kedua menlu itu juga sepakat untuk melanjutkan komunikasi guna membahas upaya-upaya gencatan senjata, pengiriman bantuan, perlindungan warga sipil, dan upaya tulus untuk mengakhiri konflik serta mewujudkan perdamaian yang adil berdasarkan solusi dua negara, demikian menurut pernyataan tersebut.
Laporan: Redaksi