Pusat Penelitian Internasional Mangrove Mohamed bin Zayed-Joko Widodo akan dibangun di atas lahan seluas 2,5 hektare, dengan berbagai infrastruktur pendukung, antara lain jalan, listrik, dan air.
Jakarta (Indonesia Window) – Uni Emirat Arab (UEA) menggelar peletakan batu pertama proyek pembangunan ‘Pusat Penelitian Internasional Mangrove Mohamed bin Zayed – Joko Widodo’ bekerja sama dengan Indonesia, di Bali, Selasa.
Siaran pers tertulis dari Kedutaan Besar UEA yang diterima di Jakarta, Selasa, menyebutkan, pusat tersebut bertujuan untuk memperkuat upaya global dalam mengembangkan mangrove, yang merupakan salah satu solusi terpenting dalam menghadapi perubahan iklim dan melindungi ekosistem lingkungan di kawasan pesisir.
Acara peletakan batu pertama tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan; Menteri Energi dan Infrastruktur UEA sekaligus Utusan Khusus untuk Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Suhail Mohamed Faraj Faris Al Mazrouei; Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup UEA Dr. Amna bint Abdullah Al Dahhak; Asisten Menteri Luar Negeri Bidang Energi dan Keberlanjutan UEA Abdulla Balalaa; dan Duta Besar UEA untuk Republik Indonesia, Republik Timor Leste, dan ASEAN Abdulla Salem AlDhaheri; serta sejumlah pejabat tinggi dari kedua negara.
Pusat Internasional untuk Penelitian Mangrove Mohamed bin Zayed-Joko Widodo ini merupakan salah satu kontribusi terpenting UEA dalam memperkuat pelestarian iklim dan lingkungan di dunia serta melindungi Bumi dari dampak perubahan iklim.
Lembaga ini juga menggambarkan kuatnya hubungan strategis antara UEA dan Indonesia dalam berbagai bidang yang penting, terutama dalam memajukan sistem pembangunan berkelanjutan dan menyatukan upaya untuk menciptakan masa depan berkelanjutan bagi kedua negara.
Menteri Suhail Mohamed Al Mazrouei menegaskan bahwa pembangunan tersebut adalah sebuah langkah penting untuk menguatkan kerja sama internasional di bidang penelitian lingkungan, karena proyek ini mencerminkan komitmen UEA dalam melindungi lingkungan, khususnya ekosistem sensitif seperti mangrove.
Dia menambahkan, proyek tersebut dilakukan sebagai upaya negaranya dalam menghadapi perubahan iklim, dan akan berkontribusi dalam mengembangkan strategi yang diperlukan guna melestarikan lingkungan. Lembaga ini juga akan menjadi platform bagi para ilmuwan dan peneliti untuk bekerja sama serta bertukar pengalaman dan pengetahuan, yang diharapkan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi tantangan lingkungan saat ini dan di masa depan.
“Proyek Pusat Penelitian Mangrove Mohamed bin Zayed-Joko Widodo mendukung kebijakan UEA yang sejalan dengan tujuan Konferensi COP28, yang berfokus pada memperkuat upaya global dalam menghadapi perubahan iklim dan mewujudkan kelestarian lingkungan. Lembaga ini juga menggambarkan komitmen UEA untuk memimpin inisiatif lingkungan hidup dan menguatkan kerja sama antarnegara dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan,” urai Al Mazrouei.
Sementara itu, Dr. Amna bint Abdullah Al Dahhak menegaskan bahwa UEA, di bawah kepemimpinan Presiden UEA Mohamed bin Zayed Al Nahyan, sangat ingin berkontribusi dan berperan aktif dalam menemukan solusi praktis guna melindungi lingkungan dan mendukung upaya keberlanjutan bagi seluruh warga dunia.
“Lembaga ini mewakili salah satu kontribusi terpenting UEA dalam kerja samanya dengan Indonesia untuk mempromosikan solusi berbasis alam guna mengatasi dampak perubahan iklim di kedua negara dan dunia, karena hutan mangrove merupakan penyimpanan karbon alami yang mendukung berbagai solusi teknologi untuk mengurangi emisi karbon,” terangnya.
Menteri Perubahan Iklim dan Lingkungan Hidup UEA itu menambahkan bahwa pusat ini mendukung upaya penyebaran lebih banyak lagi pohon mangrove secara global, terutama di UEA, yang berencana menanam 100 juta pohon bakau pada 2030.
Selain itu, Indonesia memiliki hutan bakau terbesar dan paling beragam di dunia.
“Mengingat penurunan signifikan hutan mangrove di dunia, UEA menyadari bahwa kehilangan lebih banyak hutan mangrove akan menyebabkan dampak perubahan iklim menjadi lebih parah, seperti terjadinya lebih banyak banjir dan badai serta ancaman terhadap masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir. Lembaga ini akan berupaya mencari solusi untuk menghentikan kerugian akibat hilangnya kekayaan lingkungan ini, lalu berupaya mengembangkannya kembali di dunia, sebagai bentuk kontribusi dalam menciptakan masa depan yang berkelanjutan bagi masyarakat dunia,” tuturnya.
Pusat Penelitian Internasional Mangrove Mohamed bin Zayed-Joko Widodo, lanjut Dr. Amna Al Dahhak merupakan tambahan penting bagi upaya global dalam rangka meningkatkan penyebaran hutan mangrove, terutama Mangrove Alliance for Climate yang diluncurkan oleh UEA bekerja sama dengan Indonesia dan 41 negara di seluruh dunia.
Selain itu, ada juga Mangrove Development Initiative yang merupakan upaya kolaboratif antara Global Mangrove Alliance dan para pemimpin urusan iklim di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pusat Penelitian Internasional Mangrove Mohamed bin Zayed-Joko Widodo akan dibangun di atas lahan seluas 2,5 hektare, dengan berbagai infrastruktur pendukung, antara lain jalan, listrik, dan air.
Pusat ini akan berada di Taman Hutan Raya Ngurah Rai di Bali, sebuah taman yang terbentang di lahan seluas 1.158,44 hektare yang merupakan ekosistem mangrove dan terletak di sekitar Teluk Benoa.
Lembaga ini akan menjadi tempat penelitian lebih lanjut dalam upaya mengembangkan pohon mangrove, meningkatkan perannya sebagai penyimpan karbon alami dalam menghadapi perubahan iklim, dan meningkatkan lingkungan alami di kawasan pesisir, serta mengembangkan keanekaragaman hayati.
Pusat ini juga akan berupaya meningkatkan pertukaran pengetahuan di bidang pengembangan pohon mangrove dengan berbagai negara untuk mengompensasi hilangnya jenis pohon yang penting ini terhadap ekosistem lingkungan.
Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem paling produktif dan penting bagi lingkungan di Bumi. Mangrove mampu menyimpan karbon hingga 400 persen lebih cepat dibandingkan hutan hujan tropis. Hutan ini menyerap emisi dan melindungi lingkungan pesisir, di mana 80 persen populasi ikan global bergantung pada ekosistem mangrove yang sehat.
Rencana pendirian pusat penelitian mangrove ini diumumkan untuk pertama kalinya pada Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim ke-28 (COP28), yang diselenggarakan di UEA pada 2023.
Laporan: Redaksi