Produk halal, produk ramah lingkungan, dan produk berkelanjutan mulai diminati masyarakat global. Perdagangan global pun telah mengalami transformasi yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir
Jakarta (Indonesia Window) – Produk halal, ramah lingkungan, dan berkelanjutan mulai diminati dan menjadi primadona masyarakat global.
Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pelaku usaha Indonesia pada 2024, kata Plh. Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Didi Sumedi saat membuka Gambir Trade Talk (GTT) #12 di Hotel Aryaduta, Bandung, Jawa Barat pada Kamis (22/11).
Perubahan peta rantai pasok global serta berbagai konflik yang terjadi saat ini juga turut mempengaruhi perdagangan Indonesia di pasar nasional dan global, tutur Didi.
GTT #12 mengangkat tema ‘Outlook Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2024’, ungkap Kementerian Perdagangan RI dalam pernyataan tertulisnya yang dikutip Indonesia Window pada Sabtu.
“Produk halal, produk ramah lingkungan, dan produk berkelanjutan mulai diminati masyarakat global. Perdagangan global pun telah mengalami transformasi yang luar biasa dalam beberapa dekade terakhir,” Didi menjelaskan.
Pergeseran peran negara-negara maju dan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang juga telah membuka peluang perdagangan yang lebih besar, ujarnya.
Kementerian Perdagangan fokus pada ekspor barang dan jasa bernilai tambah tinggi untuk meningkatkan produktivitas perekonomian dan mendukung peningkatan kinerja ekspor di tahun 2024, kata Didi seraya menambahkan, salah satunya melalui kebijakan penguatan daya saing ekspor dalam mendukung ekonomi berkelanjutan.
“Kementerian Perdagangan akan meningkatkan ekspor produk bernilai tambah dan berkelanjutan (termasuk produk halal) melalui promosi perdagangan, penguatan informasi ekspor, mendorong kebijakan hirilisasi ekspor, kebijakan perdagangan hijau, serta kebijakan pemberian fasilitas ekspor,” ungkapnya.
Dalam menangkap peluang dan menghadapi tantangan ke depan, tentu memerlukan kerja sama dan kolaborasi seluruh pihak, termasuk peran dari para akademisi dan pelaku usaha, kata Didi.
Mengacu pada hasil Rapat Kerja Kementerian Perdagangan Tahun 2023, ekspor nonmigas pada 2024 ditargetkan naik 3,3–4,5 persen year-on-year (YoY/tahunan) dan neraca perdagangan surplus 22,5 miliar dolar AS.
Namun demikian, dengan memperhatikan tantangan perekonomian global saat ini dan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan perdagangan 2024, pertumbuhan ekspor dan surplus neraca perdagangan Indonesia di tahun tersebut diperkirakan dapat tumbuh lebih rendah dibandingkan target yang telah ditetapkan.
Mengacu pada proyeksi dari Tradingeconomics.com, ekspor Indonesia pada triwulan IV-2023 diperkirakan akan meningkat. Dengan kenaikan pada triwulan IV tersebut, penurunan total ekspor Indonesia pada 2023 diperkirakan akan berkurang menjadi 9,7 persen YoY.
Adapun pada 2024, total ekspor Indonesia diperkirakan akan mencapai 306 miliar dolar (naik 16,12 persen YoY).Sementara itu, total impor Indonesia pada 2023 diperkirakan akan menurun sebesar 7,7 persen.
Impor Indonesia diperkirakan akan mencapai 234,37 miliar dolar (naik 6,93 persen YoY) pada 2024.
Didi menuturkan, GTT #12 sebagai edisi terakhir pada 2023 mengambil tema ‘Outlook Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2024’ karena kondisi ekonomi global masih sangat tidak menentu di tengah berbagai konflik dan tensi geo-politik.
“Alhamdullilah, di tengah berbagai dinamika global, ekonomi Indonesia tetap tumbuh sebesar 4,94 persen YoY pada triwulan III-2023. Sektor perdagangan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan tersebut, ditopang oleh perdagangan mobil, sepeda motor dan reparasinya serta perdagangan besar dan eceran,“ jelas Didi.
Dari sisi perdagangan luar negeri, pergeseran mitra dagang utama Indonesia sudah mulai terjadi. Pada periode Januari–Oktober 2023, India menjadi mitra dagang utama Indonesia yang mencatatkan surplus perdagangan nonmigas terbesar mencapai 11,54 miliar dolar, disusul Amerika Serikat dan Filipina.
Sementara produk utama penyumbang surplus terbesar adalah bahan bakar mineral, CPO, serta besi dan baja.
Kementerian Perdagangan mencatat, neraca perdagangan Indonesia juga tetap mempertahankan tren surplus sejak Mei 2020 atau selama 42 bulan berturut-turut.
Pada Januari–Oktober 2023, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus sebesar 31,22 miliar dolar.
Meskipun masih mengalami surplus, imbuh Didi, kinerja perdagangan luar negeri Indonesia mengalami penurunan pada 2023.
Pada periode Januari–Oktober 2023, ekspor Indonesia sebesar 214,41 miliar dolar atau turun 12,15 persen dibandingkan Januari–Oktober 2022 (YoY).
“Penyebab penurunan kinerja ekspor Indonesia antara lain dikarenakan penurunan harga beberapa komoditas dunia yang merupakan produk utama ekspor Indonesia serta adanya penurunan permintaan di negara mitra dagang utama Indonesia. Namun demikian, ekspor Indonesia secara volume masih mengalami peningkatan“ jelas Didi.
Harga komoditas non-energi dunia mencapai angka tertinggi pada April 2022 dan terus mengalami penurunan hingga Oktober 2023 dengan tren penurunan rata-rata satu persen per bulan.
Beberapa komoditas yang mengalami tren penurunan harga antara lain batu bara, CPO, karet, aluminium, bijih besi, dan nikel. Adapun permintaan impor dari mitra dagang utama seperti China, Jepang, India, Vietnam, Singapura, dan Korea Selatan juga mengalami penurunan pada periode Januari–Oktober 2023 ini.
Hadir dalam GTT #12 adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat Noneng Komara Nengsih, Komite Perjanjian Perdagangan Internasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Mufti Hamka, Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, Co-Founder Next Policy Fithra Faisal Hastiadi.
Bertindak sebagai moderator ialah Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Harlan Dimas Isjwara.
Dalam paparannya, Fithra Faisal menuturkan, surplus perdagangan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, mengendalikan inflasi dalam suatu negara amatlah krusial, khususnya di sektor pangan.
Fithra juga mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memoratorium ekspor beberapa input produksi.
Mufti Hamka menjabarkan sejumlah strategi sukses dalam perdagangan luar negeri. Pertama, mengatasi tantangan dengan mendiversifikasi pasar, mengadaptasi regulasi, serta melakukan inovasi produk dan layanan.
Kedua, memanfaatkan peluang. Ketiga menyusun strategi peningkatan kinerja perdagangan. Keempat, mengembangkan SDM. Kelima, merespons tren global, seperti tren berkelanjutan dan ramah lingkungan serta mengadopsi teknologi atau digitalisasi dan keenam, mengelola risiko dengan cermat.
Sementara itu, Mohammad Faisal merespons kebijakan dengan beberapa catatan. Menurutnya, Indonesia harus memperkuat upaya diversifikasi tujuan ekspor dan asal impor serta menciptakan terobosan kebijakan terkait peningkatan proteksi negara-negara mitra.
Faisal juga merekomendasikan pemerintah untuk menciptakan bauran kebijakan untuk menjaga konsumsi domestik, seperti menjaga inflasi pangan, menciptakan lapangan kerja, pemberian insentif bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta mengoptimalisasi program perlindungan sosial.
Ia juga memandang penting perlunya percepatan pertumbuhan ekspor jasa. GTT #12 diharapkan dapat menjadi forum curah pikiran (brainstorming) terkait gambaran peluang dan tantangan perdagangan global dan nasional pada 2024, termasuk mendapatkan masukan gagasan mengenai langkah-langkah antisipasi yang perlu dilakukan.
Masukan narasumber dan peserta akan memperkaya opsi-opsi kebijakan dalam rangka membantu pemerintah, khususnya Menteri Perdagangan. GTT #12 ‘OutlookPerdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2024’ dihadiri oleh 250 peserta yang terdiri atas kementerian/lembaga, pelaku usaha, dan akademisi.
Laporan: Redaksi