Jakarta (Indonesia Window) – Presiden Turki pada Rabu sekali lagi menyerang pernyataan yang menghina Islam dan Nabi Muhammad (ﷺ).
“Merupakan suatu kehormatan bagi kami untuk berdiri dengan tulus melawan serangan terhadap nabi kami,” kata Recep Tayyip Erdogan kepada kelompok parlemen Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) yang berkuasa.
“Sayangnya, kita berada dalam masa di mana permusuhan terhadap Islam, Muslim dan tidak menghormati nabi, menyebar seperti kanker, terutama di antara para pemimpin di Eropa,” tambahnya.
Erdogan mencatat bahwa Perancis, dan Eropa pada umumnya, berhak mendapatkan yang lebih baik dari pada kebijakan Presiden Perancis Emmanuel Macron yang kejam, provokatif, dan penuh kebencian.
“Kami menyerukan kepada orang Eropa agar berhati-hati untuk mengambil tindakan melawan tren berbahaya ini atas nama diri mereka sendiri dan anak-anak mereka demi masa depan yang cerah,” katanya.
Awal bulan ini, Presiden Emmanuel Macron menuduh Muslim Perancis ‘separatisme’ dan menggambarkan Islam sebagai ‘agama yang mengalami krisis di seluruh dunia’.
Ketegangan semakin meningkat setelah Samuel Paty, seorang guru di Bois-d’Aulne College di Conflans-Sainte-Honorine, dipenggal pada 16 Oktober oleh Abdullakh Anzorov, 18 tahun asal Chechnya.
Tindakan itu adalah balasan terhadap Paty yang menunjukkan kartun kontroversial menggambarkan Nabi Muhammad (ﷺ) kepada murid-muridnya dalam salah satu kelasnya tentang kebebasan berekspresi.
Macron memberi penghormatan kepada Paty dan mengatakan Perancis ‘tidak akan mencabut kartun kami’.
Kartun berisi hinaan oleh majalah pekanan Charlie Hebdo juga dipasang di sejumlah gedung di beberapa kota.
Awal tahun ini, majalah tersebut menerbitkan ulang kartun yang menghina Islam dan Nabi Muhammad (ﷺ).
Gambar itu pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 oleh surat kabar Denmark, Jyllands-Posten, yang memicu gelombang protes.
Beberapa negara Arab serta Turki, Iran dan Pakistan telah mengecam sikap Macron terhadap Muslim dan Islam.
Presiden Erdogan mengatakan pemimpin Perancis itu membutuhkan ‘perawatan mental’.
Sementara seruan untuk memboikot produk Perancis beredar secara online di banyak negara, Erdogan telah mendesak masyarakat Turki untuk tidak pernah mendukung merek Perancis atau membeli produk dari negara itu.
Laporan: Redaksi