Jakarta (Indonesia Window) – Pandemik COVID-19, karantina di rumah dan jam malam telah berdampak pada hubungan keluarga di Arab Saudi.
The Gulf News mengutip Talal Muhammad Al-Nashiri, seorang pekerja sosial dan kepala Asosiasi Terapi Jeddah, mengatakan hubungan perkawinan berbeda setiap orang. Keluarga cenderung menjadi lebih koheren dan lebih kuat ketika terjadi ancaman eksternal terhadap individu, keluarga atau masyarakat.
“Kami mengamati kohesi anggota masyarakat dan solidaritas mereka dalam menghadapi penyakit, epidemik dan bencana, dan inilah sifat manusia yang bersatu dan menunjukkan kohesi yang lebih besar terhadap pengaruh eksternal. Kami juga mengamati sebagian besar anggota masyarakat yang menerapkan isolasi dan peduli terhadap keselamatan anggota keluarga dan masyarakat,” katanya seperti dikutip dari Saudi Gazette.
Dari sudut pandang ini, Talal menambahkan, isolasi memperkuat hubungan keluarga dan meningkatkan ikatan keluarga karena partisipasi mereka dalam semua masalah kehidupan.
Sebelum pandemik terjadi, jumlah pernikahan di Arab Saudi berkisar antara 285 dan 938.
Gulf News yang berbasis di Dubai mengutip angka resmi dari Pemerintah Arab Saudi yang menyebutkan, 13.000 pernikahan digelar di kerajaan tersebut pada Februari. Angka ini meningkat lima persen dari pada bulan yang sama tahun lalu.
Data tersebut menunjukkan 45 persen dari total pernikahan dibuat di Makkah dan Riyadh.
Namun demikian, jumlah perceraian di bulan yang sama mencapai 7.482, Gulf News mengutip statistik di situs jejaring Kementerian Kehakiman Saudi. Dari angkata tersebut, 52 persen perceraian dilakukan di Makkah dan Riyadh.
Sebelum pandemik, jumlah perceraian di seluruh Arab Saudi berkisar antara 163 dan 489 setiap hari. Selama 12 bulan terakhir jumlah perceraian berkisar antara 3.397 dan 7.693 setiap bulan.
Jumlah tersebut menunjukkan peningkatan 30 persen perceraian, pembatalan pernikahan, dan khula, yakni prosedur Islam bagi wanita untuk menceraikan suaminya dengan mengembalikan mahar atau sesuatu yang lain yang dia terima dari suaminya. Seorang wanita juga dapat meminta pembatalan pernikahan tanpa kompensasi jika dia membuktikan bahwa dia telah dirugikan oleh suaminya.
Kasus perceraian yang diajukan oleh para wanita diantaranya berasal dari mereka yang bekerja sebagai dokter dan karyawan. Mereka meminta pembatalan pernikahan setelah mengetahui suami mereka menikahi wanita lain secara rahasia, menurut harian Arab Okaz.
Sumber mengatakan Kementerian Kehakiman tidak menerbitkan statistik apa pun sejak Februari karena penangguhan pekerjaan.
Laporan: Redaksi