Penyebaran dan eskalasi pertempuran di Negara Bagian Gezira, yang merupakan lumbung pangan Sudan, menjadi ancaman signifikan bagi produksi pangan nasional, mengingat negara bagian itu menyumbang sekitar 50 persen dari produksi gandum dan 10 persen dari produksi garai atau sorghum.
Khartoum, Sudan (Xinhua) – Perang yang sedang berlangsung di Sudan berpotensi memperburuk kerawanan pangan di seluruh wilayah negara itu, demikian disampaikan seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menyerukan dukungan pertanian yang mendesak untuk Sudan.
“Skala dan tingkat keparahan kelaparan di seluruh Sudan sangat memprihatinkan,” ungkap Yang Hongjie, perwakilan Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) PBB di Sudan, kepada Xinhua dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
“Sekitar 17,7 juta orang mengalami tingkat kerawanan pangan akut yang tinggi antara Oktober 2023 dan Februari 2024, jumlah tertinggi yang pernah tercatat selama musim panen,” ujarnya.
Meninjau bahwa konflik merupakan pendorong utama krisis kelaparan ini, pejabat PBB tersebut menjelaskan bahwa sembilan dari sepuluh orang yang menghadapi kerawanan pangan akut berada di daerah-daerah konflik, yaitu di wilayah Darfur dan Kordofan, serta negara bagian Khartoum dan Gezira.
Penyebaran dan eskalasi pertempuran di Negara Bagian Gezira, yang merupakan lumbung pangan Sudan, menjadi ancaman signifikan bagi produksi pangan nasional, mengingat negara bagian itu menyumbang sekitar 50 persen dari produksi gandum dan 10 persen dari produksi garai atau sorghum, kata Yang.
Menjelaskan prospek produksi pangan pada 2024 di negara tersebut sebagai “suram,” dia mengatakan bahwa FAO dan para mitranya telah memelopori upaya-upaya pencegahan kelaparan multisektoral di tingkat negara.
“Meningkatkan bantuan pangan atau bantuan tunai untuk menyelamatkan nyawa bagi penduduk yang menghadapi kekurangan pangan akut dan parah sangatlah penting, tetapi tidak cukup untuk memenuhi kesenjangan yang ditimbulkan oleh kurangnya produksi pangan lokal,” sebutnya.
Rencana darurat FAO untuk Sudan pada 2024 dianggarkan sebesar 104 juta dolar AS, ujar Yang, seraya menambahkan bahwa rencana tersebut saat ini baru didanai kurang dari 10 persen.
Dia mengatakan bahwa produksi garai, milet, dan gandum pada 2023 diperkirakan sekitar 4,1 juta ton, turun 46 persen dari tahun sebelumnya.
FAO memprioritaskan pendekatan tanggap darurat terpadu untuk memungkinkan produksi pangan lokal dari sereal pokok utama, penyediaan pasokan ternak dan perikanan, serta layanan kesehatan hewan dan vaksinasi, yang bertujuan untuk membuka jalan bagi pemulihan, tuturnya.
*1 dolar AS = 16.176 rupiah
Laporan: Redaksi