Banner

Pejabat PBB: Upaya kerja sama regional China dalam perangi penipuan telekomunikasi lintas batas “menggembirakan”

Benedikt Hofmann, penjabat perwakilan regional Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) untuk Asia Tenggara dan Pasifik, berbicara dalam sesi wawancara dengan Xinhua di Bangkok, Thailand, pada 14 Februari 2025. (Xinhua/Tim Santasombat)

Penipuan telekomunikasi dan kejahatan terkait yang bersifat transnasional dan semakin kompleks memerlukan upaya internasional bersama untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh Asia Tenggara.

 

Bangkok, Thailand (Xinhua/Indonesia Window) – Penipuan telekomunikasi dan kejahatan terkait yang bersifat transnasional dan semakin kompleks memerlukan upaya internasional bersama untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh Asia Tenggara, ungkap seorang pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sembari menyatakan bahwa kerja sama antara China dan negara-negara di kawasan itu baru-baru ini “menggembirakan” dan menciptakan momentum untuk kolaborasi semacam itu.

Benedikt Hofmann, penjabat perwakilan regional Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (United Nations Office on Drugs and Crime/UNODC) untuk Asia Tenggara dan Pasifik, mengatakan kepada Xinhua dalam sesi wawancara eksklusif bahwa penipuan telekomunikasi berkembang pesat dalam hal jumlah korban, jangkauan geografis, dan kerugian keuangan. UNODC memperkirakan bahwa kerugian ekonomi tahunan akibat penipuan semacam itu di Asia Timur dan Asia Tenggara berkisar antara 20 miliar dan 40 miliar dolar AS.

*1 dolar AS = 16.208 rupiah

penipuan telekomunikasi dan kejahatan
Foto yang diabadikan di Mae Sot, Provinsi Tak, Thailand, pada 10 Februari 2025 ini menunjukkan area perbatasan antara Thailand dan Myanmar. (Xinhua/Lin Hao)

“Hal ini benar-benar telah berkembang dari fenomena regional menjadi ancaman bagi orang-orang di seluruh dunia,” tuturnya.

Banner

Penggunaan berbagai taktik yang canggih, termasuk kecerdasan buatan (artificial intelligence), yang dipadukan dengan sifat lintas batas dari kejahatan tersebut, menimbulkan tantangan yang semakin besar bagi lembaga penegak hukum di masing-masing negara, ujar Hofmann.

Dia memaparkan bahwa kelompok kejahatan memanfaatkan ruang siber untuk beroperasi dari satu negara sembari menargetkan korban di negara lainnya, bahkan lintas benua, sehingga menjadikannya “sangat sulit untuk mengidentifikasi jaringan kriminal di belakang mereka.”

“Ini menjadi semakin kompleks bagi penegak hukum, bagi sistem peradilan pidana di kawasan itu, untuk mengatasi isu-isu tersebut,” imbuhnya.

Tantangan-tantangan ini menjadikan tindakan sepihak dari masing-masing negara tidaklah cukup. “Entah itu berbagi informasi, koordinasi operasional respons kepolisian, atau bantuan dan kerja sama hukum timbal balik dalam isu kriminal, sangat penting bagi negara-negara di kawasan itu dan sekitarnya untuk berkumpul dan menemukan respons bersama terkait hal ini,” tuturnya.

penipuan telekomunikasi dan kejahatan
Foto yang diabadikan di Mae Sot, Provinsi Tak, Thailand, pada 10 Februari 2025 ini menunjukkan area perbatasan antara Thailand dan Myanmar. (Xinhua/Lin Hao)

Menyoroti peran UNODC dalam menjembatani gap dengan membantu negara-negara memperkuat legislasi, membangun kapasitas penegakan hukum, dan mendorong kolaborasi multilateral, Hofmann menyatakan bahwa kerja sama antara China dan negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), termasuk Thailand dan Myanmar, baru-baru ini menciptakan “momentum yang signifikan” bagi upaya internasional.

“Sungguh menggembirakan melihat upaya-upaya tersebut. Momentum yang tercipta saat ini merupakan momentum yang belum pernah kita lihat selama beberapa waktu,” ujarnya.

Banner

China, dikatakan Hofmann, memberikan dukungan yang krusial kepada negara-negara lain dalam memerangi kejahatan terkait narkoba dan skema penipuan telekomunikasi. Dia juga menyebut pendekatan China dalam menangani penipuan telekomunikasi, termasuk langkah-langkah pencegahan yang aktif, dapat memberikan pengalaman yang tak ternilai bagi negara-negara lain.

“China telah sangat terdampak oleh masalah ini dalam waktu yang cukup lama. Dan, terdapat banyak hal yang dapat ditawarkan oleh China dari pengalaman tersebut dan kepada negara-negara lain yang menghadapi masalah ini di kawasan itu. Dan, dalam konteks ini, kami melihat banyak koordinasi operasional dan banyak dukungan yang datang dari China ke negara-negara lain di kawasan ini,” tambahnya.

Meski mengakui adanya peningkatan kesadaran regional terhadap penipuan telekomunikasi dan dampaknya, Hofmann mengatakan bahwa kompleksitas dan sifat kejahatan itu yang terus berkembang menuntut kolaborasi yang lebih kuat. Peran dan pengalaman China akan sangat penting dalam hal ini.

“Selain itu, kami juga berharap di masa depan ada upaya yang lebih luas oleh negara-negara di kawasan itu, yang memandangnya lebih dari sekadar respons kepolisian, lebih dari sekadar upaya langsung untuk menutup sebuah pusat (operasi), tetapi benar-benar melihat lebih dari sekadar operasi individu dan melihat bagaimana masalah ini dapat diatasi dalam skala yang lebih luas,” tuturnya.

Laporan: Redaksi

Banner

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Banner

Iklan