Jakarta (Indonesia Window) – Peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (Tekmira) pada Badan Litbang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengagas penelitian anoda baterai dengan mengkonversi batu bara menjadi bahan baku pitch bernilai tinggi.
Pitch adalah polimer viskoelastik yang bisa bersifat alami atau artifisial, berasal dari minyak bumi, tar batu bara, atau tanaman.
Penelitian difokuskan pada pembuatan prekursor karbon dari residu distilasi ter batubara sebagai material penyimpan energi.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, Koordinator Kelompok Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batu Bara, Slamet Handoko, menjelaskan grafit merupakan bahan baku utama anoda baterai yang umum digunakan pada peralatan elektronik, seperti telepon seluler, laptop dan kendaraan listrik.
Material tersebut berkinerja tinggi dan memiliki kapasitas pengisian cepat dan umur yang panjang.
Batu bara peringkat rendah di Indonesia sangat berlimpah dan potensinya cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai prekursor karbon dalam pembuatan anoda baterai.
Pada umumnya, batu bara menghasilkan senyawa hidrokarbon ketika dibakar dengan oksigen dan menghasilkan panas.
Namun jika batu bara dipanaskan pada kondisi tanpa oksigen, akan didapatkan hidrokarbon dalam bentuk ter batu bara yang dapat diolah lebih lanjut menjadi pitch.
Proses pembuatan ter batu bara ini dikenal sebagai pirolisis, sementara proses pengolahan ter menjadi pitch biasanya melalui distilasi. Kedua proses ini telah diteliti dan dikuasai oleh para peneliti Puslitbang Tekmira.
Walau demikian, tidak semua bagian dari pitch tersebut dapat dijadikan grafit sintetik sehingga perlu proses modifikasi dan ekstraksi menggunakan pelarut.
Hanya sekitar 30-40 persen dari pitch yang dapat diekstrak dan kemudian dapat dijadikan prekursor karbon untuk pembuatan grafit sintetik.
Produk hasil ekstraksi sering juga disebut sebagai mesophase pitch, karena mengandung 100 persen karbon yang dapat dikonversi menjadi grafit.
Penelitian yang dilaksanakan Kelompok Penelitian dan Pengembangan (KP3) Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara tersebut bertujuan mendukung program hilirisasi batu bara menjadi bahan baku grafit sintetik yang bernilai tinggi.
Grafit sintetik
Ketua Tim Penelitian, Phiciato, memaparkan proses pembuatan grafit sintetik secara konvensional, baik yang menggunakan minyak bumi atau batubara, harus melalui proses pada suhu ekstrim sekitar 2.000 – 3.000 derajat Celsius.
Kondisi tersebut sulit diterapkan secara ekonomis pada skala industri. Dengan bantuan katalis, suhu proses dapat diturunkan hingga mendekati 1.000 derajat Celsius.
Hasil pengamatan dengan X-Ray Diffraction menunjukkan grafit sintetik dapat terbentuk pada suhu 1.200 derajat Celsius dengan bantuan katalis berbasis Fe (Ferrum).
“Kunci keberhasilan dipengaruhi dua aspek yaitu efektivitas pembuatan mesophase dan pemilihan jenis katalis. Saat ini tim peneliti masih berfokus pada pembuatan mesophase dan ke depan akan mengembangkan katalis yang cocok dan ekonomis,” jelas Phiciato.
Dia menambahkan, pada prinsipnya grafit sintetik dapat disintesa dari segala jenis material karbon seperti biomassa, jelaga, arang dan limbah industri, asalkan memiliki media katalis yang cocok dan jaminan ketersedian pasokan.
Jika dibandingkan dengan biomassa, kandungan karbon tetap (fixed-carbon) pada batubara rata-rata 2-3 kali biomassa.
Hal tersebut mendasari pemilihan batu bara dan turunannya sebagai prekursor karbon yang ekonomis.
Semakin tinggi kandungan karbon tentu berdampak pada semakin baiknya keekonomian proses grafitisasi.
Laporan: Redaksi